Pada tulisan kali ini istilah ilmuwan yang akan dibahas adalah ulul albab. Kata albab sendiri dalam bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari lubb yang berarti ‘aql (akal atau nalar) atau bagian yang paling murni dan terbaik dari suatu hal. Ungkapan “lubb al-rajul” (bagian paling murni pada manusia) berarti “akal yang tertanam di dalam hatinya”. ‘Aql adalah inti dari manusia dan ketika dibersihkan dari pengaruh keinginan (hawa nafsu), atau imajinasi negatif, ia dapat menjadi bagian paling istimewa yaitu lubb.
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, albab berarti “akal yang bersih dan sempurna yang memahami suatu hal dan realitasnya dengan cara yang paling jelas”. Ibn kasir lalu menjelaskan bahwa ulul albab berarti “orang-orang yang dapat memahami, memikirkan, dan merenungkan makna sesuatu dengan hakikat yang sebenarnya hanya mereka yang memiliki akal yang selamat dan pemahaman yang benar”.
Al-Zamakhsyari mengatakan bahwa ulul albab, antara lain, berarti “orang-orang yang bertindak sesuai dengan kecerdasan mereka, karena mereka mengamati dan merenungkan”. Al-Alusi mengatakan dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani bahwa ulul albab adalah “orang-orang yang memiliki akal bersih yang dibebaskan dari segala macam noda sentimen atau khayalan” Sayyid Qutb di Fi Zilal al-Qur’an menjelaskan ulul albab sebagai “orang-orang yang memiliki pemahaman yang benar”. Begitulah makna ulul albab.
Karakter Keilmuan
Karakter pertama, mengamati berbagai fenomena alam. Berdasarkan karakter inilah saintis muslim sering disebut sebagai ulul albab. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pada surat Ali Imran ayat 190, ulul albab merupakan orang yang memperhatikan fenomena alam. Fenomena alam yang disebutkan pada ayat tersebut adalah penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam.
Pada surat Az Zumar ayat 21 disebutkan beberapa fenomena alam yang lain yaitu peristiwa penurunan air dari langit oleh Allah serta proses tumbuhnya karena air menjadi berbagai macam tanaman tersebut. Kemudian ulul albab tersebut memperhatikan pula proses kering dan hancurnya tanaman tersebut lalu mengambil pelajaran darinya.
Karakter kedua, mendengarkan opini dari luar namun tetap memilih yang baik. Pada surat az Zumar ayat 18, ulul albab digambarkan sebagai orang yang terbuka dengan berbagai masukan dan pendapat namun berdasarkan petunjuk dari Allah akan memilih yang pendapat yang terbaik.
Meski terbuka dengan berbagai pendapat namun tetap tegas membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sebagaimana pada Surat Al Maidah ayat 100, ulul albab tidak menyamakan antara yang baik dan yang buruk meskipun yang buruk sering kali lebih menarik hati. Dan dengan ketegasannya tersebut mereka akan mendapat keberuntungan dari Allah.
Karakter ketiga, mengambil pelajaran dari kisah-kisah masa lalu. Di Al Qur’an ada banyak kisah umat-umat terdahulu. Ada kisah para nabi atau orang saleh lainnya. Ada juga kisah diazabnya umat-umat terdahulu yang membangkang kepada Allah padahal telah diberi bukti yang jelas berupa mukjizat.
Di ujung Surat Yusuf yaitu pada ayat 111, setelah mengisahkan kehidupan nabi Yusuf, Al Qur’an menegaskan bahwa Al Qur’an merupakan pelajaran bagi ulul albab karena menyampaikan kisah nabi-nabi sebelumnya padahal detail kisah-kisah tersebut seharusnya hanya diketahui oleh ahli kitab dan tidak diketahui nabi Muhammad yang berada di jazirah Arab.
Di ayat yang lain di Surat Shad ayat 43, Al Qur’an menyampaikan bahwa ada banyak tanda kekuasaan Allah berupa disembuhkannya Nabi Ayub dan dikumpulkannya lagi dengan keluarganya. Kasih sayang Allah tersebut merupakan tanda bagi ulul albab.
Karakter Keimanan
Dalam Surat Ibrahim ayat 52, dijelaskan bahwa ulul albab meyakini wahyu yaitu Al Qur’an merupakan penjelasan yang sempurna bagi manusia. Al Qur’an merupakan pelajaran bagi ulul albab (Surat Shad ayat: 29). Sebagaimana taurat juga diberikan agar menjadi petunjuk dan peringatan bagi ulul albab pada masanya (Surat Ghafir ayat 53-54)
Dalam Surat Ali Imran ayat 7 dijelaskan bahwa ulul albab adalah orang yang mengambil pelajaran dari diturunkannya ayat muhkamat (jelas maknanya) dan mutasyabihat (samar maknanya). Ayat mutasyabihat tidak menjadikan ulul albab ragu bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan oleh Allah.
Pada Surat Al Baqarah ayat 269, Ulul albab mendapatkan hikmah dari Allah untuk memahami ajaran-ajaran syariat Islam. Pada surat yang sama ayat 179, ulul albab dapat memahami bahwa dalam hukuman qishash terdapat pelajaran yaitu adanya jaminan kelangsungan hidup orang lain.
Karakter kedua, mengingat bahwa azab Allah sangatlah keras berdasarkan Surat At Thalaq ayat 10. Berdasarkan keimanannya kepada Allah, ulul albab merupakan orang yang senantiasa bertakwa karena mereka adalah yang paling takut kepada azab Allah. Merupakan sebuah kebodohan apabila tahu azab dari Allah sangat pedih. Pada surat Az Zumar ayat 9 digambarkan ulul albab bangun waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sembari takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya.
Karakter ketiga, mempersiapkan bekal akhirat yaitu takwa. Ada sebuah ungkapan yang terkenal yaitu “gagal mempersiapkan sama dengan mempersiapkan kegagalan.” Karena itu seorang ilmuwan muslim tentu seharusnya mempersiapkan bekal diri berupa takwa menuju akhirat. Dalam konteks Surat Al Baqarah ayat 197, merupakan bentuk ketakwaan adalah tidak berkata porno (rafats), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Bentuk ketakwaan yang lain digambarkan dalam Surat Ar Ra’du ayat 19 sampai 22 berupa akhlak mulia yaitu memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk, sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan.
Penutup
Demikian berbagai karakter seorang ilmuwan muslim yang dapat kita bandingkan dengan ilmuwan di barat. Mereka mementingkan pengembangan keilmuannya, tetapi mengabaikan keimanannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang ilmuwan muslim menjaga keseimbangan antara karakter keilmuan dan keimanannya. [mrh]
Oleh : Irfan Habibie Martanegara
KOMENTAR