Aliran Sosialis ini dikenal tidak lepas dari istilah Marxisme-Leninisme sebuah gerakan revolusioner yang memiliki arti politik, dengan ditandai lahirnya karya Karl Marx, Manifesto Politik Komunis (1848) dengan diterapkannya sistem ekonomi sosialis pada tatanan pemerintahan yang terpusat.
Komunisme hanyalah bentuk ekstrem dari sosialisme. Dari sudut pandang ideologis, tidak ada perbedaan besar antara keduanya. Bahkan, Uni Soviet komunis menyebut dirinya Uni Republik Sosialis Soviet (1922-1991) dan komunis China, Kuba dan Vietnam mendefinisikan dirinya sebagai negara sosialis.
Salah satu tujuan dari sistem sosialis agar tidak ada lagi kecemburuan sosial antara kelas borjuis dan ploletar dengan menghilangkan kelas-kelas agar tidak ada lagi “upah besi’ dengan pengambil alihan perusahaan yang dimiliki oleh kaum borjuis oleh negara. Negaralah yang mengatur segala urusan produksi, sementara rakyat sebagai pekerja. Hal ini justru menimbulkan kelas-kelas baru, dimana negara sebagai pemilik perusahaan dan rakyat hanya sebagai pekerja.
Di bawah sosialisme, yang menghapuskan unsur insentif yang terdapat dalam kapitalisme serta menghapus pendapatan harta benda yang besar dan mengurangi perbedaan dalam upah meyakini bahwa pemerataan pendapatan yang lebih besar akan mewujudkan kesejahteraan merata. Karl Marx mengutarakan pandangannya bahwa keadilan bisa ditegakkan hanya jika semua orang harus menjadi pekerja dengan hasil yang rata dan semua yang berkaitan dengan produksi dikuasai oleh negara dengan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, hal ini bertentangan dengan fitrah manusia yang memiliki naluri yang berbeda-beda. Beberapa ahli ekonomi mengemukakan kritikan bahwa masalah penetapan harga dalam sosialisme akan menghadapi kesulitan besar karena sistem ini akan mencampuri ekonomi alami yang terkandung dalam sistem harga.
Sistem ekonomi sosialis yang lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme) dengan menganggap masyarakat sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedangkan individu sebagai fiksi belaka. Tidak adanya pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis, secara tidak langsung telah mengorbankan kemerdekaan manusia/pekerja secara pribadi. Hak milik pribadi atas barang-barang produksi tidak ada, sehingga menyebabkan kurangnya dorongan untuk bekerja secara produktif. Hal ini juga akan menghambat lajunya perekonomian, karena tidak adanya peluang untuk mengembangkan diri.
Secara keseluruhan dalam sistem ekonomi sosialis, semua bidang usaha dimiliki dan diproduksi oleh negara yang mana sumber kekayaan harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang. Hal ini menyebabkan melemahnya proses produksi, tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya permintaan dan penawaran. Sebabnya, negaralah yang menyediakan semua kebutuhan rakyatnya secara merata. Perumusan masalah dan keputusan di tangani langsung oleh negara.
Sistem Ekonomi Islam sebagai Solusi
Islam telah memberikan peraturan secara rinci dalam kehidupan ekonomi yang seimbang dan adil. Islam mengakui bahwa kekayaan, pendapatan, dan barang-barang adalah milik Allah SWT, dan setiap individu hanya diminta untuk memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan kesejahteraan umat. Prinsip-prinsip Islam bertujuan membangun masyarakat yang adil di mana di setiap orang akan berperilaku secara bertanggung jawab dan jujur sesuai dengan syariat Islam. Berikut beberapa poin-poin kritik terhadap ekonomi sosialis dari sudut pandang ekonomi Islam:
- Fokus Pada Distribusi Kekayaan
Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam islam adalah keadilan atas dasar malahan. Oleh karena itu, masalah kemiskinan tidak akan diselesaikan dengan memproduksi terus menerus untuk kepentingan orang kaya saja melainkan akan diselesaikan dengan memastikan bahwa kebutuhan dasar setiap individu tercukupi sepenuhnya. Hal ini bisa terlihat dari konsep Islam yang menganjurkan untuk mengerjakan zakat, infak, dan shadaqah. Kemudian Baitul Mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain.
Islam telah membuat sirkulasi kekayaan setiap warga negara, dan melarang pembatasan sirkulasi tersebut untuk kelompok orang tertentu dengan mengesampingkan orang lain. Dalam prinsip Islam “kekayaan seharusnya tidak beredar diantara orang-orang kaya saja” menegaskan bahwa setiap orang seharusnya memiliki akses yang sama dalam memperoleh kekayaan, seperti; menimbun barang yang menyebabkan harga naik yang mengakibatkan kesengsaraan masyarakat.
- Menjamin Semua Kebutuhan Dasar
Islam sangat memperhatikan kebutuhan dasar setiap individu, dengan membedakan tentang hak kepemilikan. Hal ini berbeda dengan sistem sosialis dimana kepemilikan dikuasai oleh negara. Dalam Islam kepemilikan sudah mendapatkan porsi masing-masing, Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya menjelaskan bahwa Islam membagi konsep kepemilikan menjadi tiga: kepemilikan individu (al-milkiyat al-fardiyah/private property); kepemilikan public (al-milkiyyat al-'ammah/ public property); dan kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private} dimana setiap kepemilikan dalam Islam memiliki fungsi untuk mensejahterakan setiap individu.
- Menentang Monopoli, Mendorong Kompetisi
Dalam ekonomi sosialis yang menerapkan sistem ekonomi komando/terpusat justru hanya meneruskan sisem kapitalis yang menerapkan paktek monopoli dalam perekonomiannya, dimana negaralah yang memegang peran sebagai pemilik ‘perusahaan baru’ penentu kebijakan dan rakyat sebagai pekerjanya. Islam sangat menentang praktek monopoli yang menyebabkan perekonomian kecil menengah semakin tidak bisa berkembang, dengan dilarangnya monopoli akan menyebabkan perusahaan kecil menengah bersaing satu sama lain di setiap pasar yang sehat bagi perekonomian karena persaingan harga dan meningkatkan kualitas. [mrh]
Oleh: Tefur Rochman, S.Pd.,M.E.I - (Peneliti Koneksi Indonesia; Dosen STEBI Global Mulia – Cikarang)
KOMENTAR