Masjid dan majelis taklim mulai ramai dengan orasi politik dan ceramah tentang politik. Akun media sosial para ustadz dan tokoh organisasi Islam tak lagi hanya diramaikan postingan soal manajemen hati dan siraman kalbu. Mereka menuntun umat untuk menyikapi berbagai persoalan kehidupan baik itu ekonomi, sosial dan politik dengan Islam. Termasuk dalam persoalan pemilihan umum serentak yang serentak digelar di negeri ini.
Impian umat Islam untuk hidup di bawah naungan syariat Islam dan dipimpin oleh penguasa yang akan menerapkan Islam semakin menggebu. Mereka membayangkan cita-citanya akan terwujud dengan pesta demokrasi. Sebuah harapan besar akan berakhirnya diskriminasi terhadap Islam dan persekusi terhadap ulama. Berganti dengan kemenangan Islam dan tegaknya syariat di bumi pertiwi. Pertanyaannya, apakah kemenangan dalam suksesi kepemimpinan melalui demokrasi ini adalah kemenangan? Bagaimana cara mempersiapkan dan menyambut kemenangan sejati?
Tampuk Kekuasaan Adalah Ujian
Kemenangan itu merupakan janji Allah yang pasti dicapai oleh orang mukmin. Banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang itu. Dari sekian banyak ayat alquran, kemenangan dan umat Islam selalu disebutkan secara beriringan. Seolah-olah keduanya memang memiliki ikatan yang kuat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:
ÙˆَÙ„َÙ‚َدْ سَبَÙ‚َتْ ÙƒَÙ„ِÙ…َتُÙ†َا Ù„ِعِبَادِÙ†َا الْÙ…ُرْسَÙ„ِينَ * Ø¥ِÙ†َّÙ‡ُÙ…ْ Ù„َÙ‡ُÙ…ُ الْÙ…َنصُورُونَ * ÙˆَØ¥ِÙ†َّ جُندَÙ†َا Ù„َÙ‡ُÙ…ُ الْغَالِبُونَ
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul,(yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan.Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (QS. Ash-Shaffat: 171-173)
Para tantara Allah pasti akan memenangkan pertempuran. Mereka adalah hamba yang selalu istiqamah dalam perjuangan. Seluruh aktivitasnya diperuntukkan hanya untuk membela agama Allah. Sebab itu, Allah pun menurunkan pertolongan kepada mereka.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad; 7)
Dalam ayat yang lain, Allah mengingatkan bahwa kekuasaan di bumi ini diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Terkadang ia berada di tangan orang-orang mukmin, terkadang pula direbut oleh orang-orang kafir. Namun pada akhirnya, akan dimiliki kembali oleh orang-orang yang bertakwa.
Ù‚َالَ Ù…ُوسَÙ‰ Ù„ِÙ‚َÙˆْÙ…ِÙ‡ِ اسْتَعِينُوا بِاللَّÙ‡ِ Ùˆَاصْبِرُوا Ø¥ِÙ†َّ الأَرْضَ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙŠُورِØ«ُÙ‡َا Ù…َÙ†ْ ÙŠَØ´َاءُ Ù…ِÙ†ْ عِبَادِÙ‡ِ ÙˆَالْعَاقِبَØ©ُ Ù„ِÙ„ْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ
“Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raf; 128)
Maknanya adalah Allah akan menggilirkan kekuasaan tersebut kepada manusia, terkadang yang berkuasa berada di tangan orang-orang beriman dan terkadang pula berada di tangan orang kafir. Artinya, janji kemenangan yang mutlak diperolah tidak meniscayakan perolehan tampuk kekuasaan.
Menang Pemilu Bukan Segalanya.
Tahun 2006 juga menjadi kemenangan pemilu bagi HAMAS, yang dikenal sebagai partai politik Islam yang cukup militan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. HAMAS meraih 76 dari 132 kursi parlemen (lebih dari 57 persen). Adapun Partai Fatah meraih 43 kursi dan partai-partai lain meraih 13 kursi. Meski kemenangan HAMAS diperoleh dari jalan demokrasi, namun ternyata, kursi kepresidenan masih dikuasai oleh Fatah melalui Mahmud Abbas.
Di Mesir, Muhammad Mursi memenangkan Pilpres pada tahun 2012. Muhammad Mursi yang merupakan pentolan kelompok Ikhwanul Muslimin melalui partai FJP ( Partai Kebebasan dan Keadilan) terpilih sebagai presiden dengan perolehan suara 51,7 persen atau 13,4 juta suara. Setahun berkuasa, Mursi ditumbangkan oleh junta militer Mesir yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Abdul Fattah al-Sisi menteri pertahanan dan produksi kemiliteran atas arahan Barat. Lebih dari itu, para pemimpin Ikhwanul Muslimin pun ditangkap dan dipenjara.
Kemenangan memang tidak selalu Bersama dengan tampuk kekuasaan. Tapi lebih dari itu, fakta sejarah memberi pelajaran bahwa kursi politik pun bukan faktor tunggal dalam melanggengkan kekuasaan. Infrastruktur kekuasaan dalam konteks kehidupan bernegara melingkupi banyak aspek yang tidak hanya perlu diperhatikan, namun perlu juga diperhitungkan.
Renungan Penutup
Sekali lagi, kekuasaan politik bukan segalanya. Umat Islam harus mulai mempersiapkan infrastruktur kemenangan. Mulai dari Sumber Daya Manusia atau kader pemimpin yang unggul, kekuatan militer, kaukus intelektual yang bersambung dengan sistem sosial, kemandirian ekonomi, dan masih banyak lagi. I'malu fa sayarallohu 'amalakum! [mrh]
KOMENTAR