Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil dijelaskan dengan “sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak, berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang”. Dengan demikian, seseorang disebut berlaku adil apabila ia tidak berat sebelah dalam menghukumi sesuatu, tidak berpihak kepada salah satu kecuali kepada siapa saja yang berada di atas kebenaran, sehingga seorang yang adil tidak akan berlaku sewenang-wenang dan melakukan hal yang tidak sepatutnya.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]: 8)
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash RA dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil menurut pandangan Allah SWT, akan ditempatkan di atas mimbar dari cahaya sisi kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Mereka itulah orang-orang berlaku adil dalam keputusannya, di keluarganya, dan pada apa-apa yang mereka pimpin (mereka tidak bergeser dari keadilannya).” (HR. Muslim)
Sangat penting bagi setiap manusia untuk selalu menegakkan keadilan dalam kehidupan ini. Termasuk kepada orang yang tidak disukai pun, kita tetap dituntut untuk berbuat adil dan tidak menzaliminya. Apalagi jika dia berposisi sebagai pemimpin, keadilan adalah satu hal yang mutlak harus dimiliki dalam menegakkan kepemimpinannya itu. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, (salah satunya) yaitu: pemimpin yang adil.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Pemimpin yang adil disebut pertama kali oleh Rasulullah SAW sebagai kelompok yang mendapat naungan Allah SWT di hari kiamat. Penyebutan pemimpin yang adil pada urutan pertama ini tentu saja bukan tanpa alasan, tetapi hal ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan bagi seorang pemimpin dan betapa pentingnya kedudukan pemimpin yang adil di sisi Allah SWT. Seorang pemimpin yang adil akan dicintai oleh Allah SWT, tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Tidak hanya dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, seorang pemimpin yang adil tentu juga akan dicintai oleh rakyat yang dipimpinnya. Begitu pula sebaliknya, kebencian Allah SWT dan rakyat tidak dapat dihindarkan kepada pemimpin yang berbuat zalim. Dari Abu Sa’id RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Menjadi pemimpin yang adil memang tidak mudah dan sangat berat tantangannya. Karena itulah Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang berbuat adil dan Dia kelak akan memberikan perlindungan di hari kiamat kepada setiap pemimpin yang bisa menegakkan keadilan. Di saat itu, tidak ada perlindungan dari siapapun kecuali perlindungan yang diberikan oleh Allah SWT semata. Hal ini sebagai wujud cinta Allah SWT kepada para pemimpin yang adil. Allah SWT berfirman:
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat [49]: 9)
Penyebutan pemimpin yang adil pada posisi pertama menandai bahwa nilai kehadirannya di tengah masyarakat sangat penting, karena dia berurusan langsung dengan kepentingan publik dan hajat hidup orang banyak. Dia juga sebagai pihak pertama yang paling bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan orang-orang atau kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Pemimpin yang adil sangat diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Dia akan lebih menjamin kedamaian dan ketentraman dalam masyarakat dibandingkan pemimpin yang tidak adil atau zalim.
Teladan Pemimpin Adil
Keadilan seorang pemimpin harus ditegakkan kepada semuanya, tidak hanya membela kepentingan orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan saja dan mengabaikan rakyat jelata. Sebaliknya, dia tidak akan membela jika di lingkungan kekuasaannya memang ada orang-orang yang berbuat zalim. Pemimpin yang adil juga tidak sibuk mencari-cari kesalahan lawan politiknya untuk kemudian diserang dan dipersalahkan agar bisa disingkirkan.
Salah satu teladan pemimpin yang adil pernah dicontohkan oleh Umar bin Abdul Aziz. Dengan prinsip keadilan yang sangat kuat, Umar bin Abdul Aziz pada masa kepemimpinannya mengendalikan negara dengan sangat memperhatikan rakyatnya agar terhindar dari kezaliman. Kebijakan politik pemerintahan cucu Umar bin Khattab RA yang juga disebut-sebut sebagai khulafaur rasyidin ke lima itu mendapat simpati dari masyarakat luas karena sikap adil dan tegasnya terhadap kerabat dekatnya sendiri yang memonopoli tanah-tanah rakyat. Semua tanah itu kemudian dikembalikan Umar bin Abdul Aziz kepada yang berhak secara adil sesaat setelah dia menjabat sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz pun banyak mengembalikan tanah-tanah yang dulu dirampas oleh penguasa zalim sebelumnya, kemudian mengembalikannya pada pemiliknya yang sah. Umar bin Abdul Aziz juga memecat para pejabat yang menguasai tanah rakyat.
Maka bukan disebut pemimpin yang adil, jika dia bertubi-tubi menyerang lawan politiknya karena dituduh menguasai tanah negara, tetapi ternyata banyak di antara orang-orang di sekitanya yang menjadi tuan atas tanah milik negara. Sebelum dia menyita tanah yang dikelola oleh lawan politiknya tersebut, pemimpin yang adil akan terlebih dahulu menyita tanah negara yang dikuasai oleh segelintir orang yang berada di lingkaran kekuasaannya, kemudian secara heroik ‘membagikan’ tanah tersebut kepada rakyat seperti saat dia membagikan sertifikat tanah.
Dalam hal keadilan untuk semua dan tidak pandang bulu ini Rasulullah SAW juga pernah meneladankan kepada kita dalam kisah berikut ini. Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Orang-orang Quraisy sedang berunding tentang keadaan seorang perempuan yang harus dipotong tangannya karena mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang harus menyampaikan masalah ini kepada Rasulullah SAW?’
Mereka menjawab “Tiada lagi yang pantas selain Usamah bin Zaid kekasih Rasulullah.” Usamah pun menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu beliau SAW bertanya, “Akankah kalian melindungi orang yang terkena salah satu hukum Allah Ta’ala?”
Beliau SAW kemudian berdiri dan bersabda, “Sesungguhnya yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa, jika orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkan. Tapi bila yang mencuri orang lemah, mereka melaksanakan hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi seorang pemimpin adalah tugas yang berat, ia selalu akan dihadapkan pada dua pilihan dalam menjalankan tugasnya, ia akan menjadi pemimpin yang adil atau sebaliknya, bertindak zalim. Pemimpin adil akan selalu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan pemimpin zalim akan menempatkan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya.
Jika negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang adil, rakyatnya akan makmur dan sejahtera. Karena dengan keadilan seorang pemimpin (dan para pembantunya) maka semua rakyatnya tidak akan merasa khawatir dengan kezaliman orang lain, lebih-lebih kezaliman pemimpinnya sendiri. Sehingga kemakmuran dan kesejahteraan pun akan terwujud nyata.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.” Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”
Kita berharap, di negeri ini akan senantiasa muncul pemimpin-pemimpin yang adil, yang peduli terhadap seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Pemimpin yang menjalankan roda kepemimpinannya di atas dasar iman, akal sehat dan untuk meraih kemaslahatan masyarakat banyak. Jika pemimpin adil itu terwujud, maka salah satu lirik lagu qasidah lama tentang lebaran ini pun jadi terasa nyata saat dinyanyikan, “Minal aidin wal faidzin, Maafkan lahir dan batin, Selamat para pemimpin, Rakyatnya makmur terjamin.” Wallahu a’lam [mrh]
KOMENTAR