M. Nasri Dini, S.Pd.I
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Sukoharjo-Jateng
Pada beberapa edisi sebelumnya, Majalah Tabligh pada rubrik Sajian Khusus telah menampilkan serial tulisan tentang “Tafsir Langkah Muhammadiyah”. Kumpulan doktrin ideologis gerakan Muhammadiyah pertama kali yang digagas oleh KH. Mas Mansur (Ketua PB Muhammadiyah 1937-1942). Dari 12 butir langkah Muhammadiyah, telah dipaparkan 3 hal di antaranya, yaitu: (1) memperdalam masuknya iman; (2) memperluas paham agama; dan (3) memperbuahkan budi pekerti. Pada edisi kali ini, akan diulas Tafsir Langkah Muhammadiyah yang keempat, yaitu: menuntun amalan intiqad.
Intiqad adalah kata bahasa arab dengan kata dasar naqd, dapat diartikan dengan kritik, koreksi dan meneliti. Oleh KH. Mas Mansur intiqad dimaknai dengan senantiasa melakukan perbaikan diri (Tafsir Langkah hlm. 44). Dalam istilah yang berkembang di tengah masyarakat kita saat ini, kata intiqad versi KH. Mas Mansur ini mungkin akan lebih familiar dan mudah dipahami dengan istilah muhasabah (introspeksi). Rasulullah SAW bersabda,
طُوْبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَنْ عُيُوْبِ النَّا سِ
“Berbahagialah orang yang disibukkan dengan aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain.”(HR. Al-Bazzar)
Hadits tersebut adalah pembuka yang dituliskan KH. Mas Mansur dalam pengawali penjelasan langkah keempat ini. Berkaitan dengan masalah muhasabah, Amirul Mukminin ‘Umar bin Khatab RA juga pernah menyampaikan,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal.” [HR. At Tirmidzi]
Sebagai warga Muhammadiyah, amal intiqad adalah hal yang penting dan harus diperhatikan, baik secara individu, antar individu, maupun secara berjamaah. Karena segala sesuatu tentu membutuhkan koreksi dan evaluasi. Agar hal-hal yang sudah baik bisa dipertahankan atau ditingkatkan, dan hal-hal yang belum baik bisa ditinggalkan dan diperbaiki sebagaimana mestinya. KH. Mas Mansur berkata, “Segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesar, hendaklah selalu diperbaiki juga.” [Tafsir Langkah hlm. 44].
Koreksi, evaluasi dan introspeksi dalam rangka menuju perbaikan di masa depan ini juga merupakan ciri orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. Al Hasyr (59): 18]
Dalam buku Tafsir Langkah Muhammadiyah (hlm. 45) KH. Mas Mansur membagi amalan intiqad menjadi 3 macam, yaitu: (1) Intiqad kepada diri sendiri; (2) Intiqad kepada teman sejawat, sesama kaum mukminin; dan (3) intiqad kepada suatu badan yang diurus oleh beberapa orang, seperti persyarikatan, majelis, lembaga, dan semacamnya.
Intiqad kepada diri sendiri
Mengoreksi diri sendiri merupakan hal wajib yang harus didahulukan sebelum mengoreksi yang lain. Senada dengan nasihat Umar bin Khattab RA, “Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab”. Dalam hal intiqad kepada diri sendiri KH. Mas Mansur memberikan tips bagi kita agar bisa mengamalkannya, yaitu dengan tadabbur Al-Qur’an dan Hadits, serta senantiasa bermuhasabah diri.
KH. Mas Mansur berkata, “Hendaklah tiap-tiap kaum Muhammadiyah mengadakan waktu tertentu sedikitnya sekali dalam sepekan untuk membaca Al-Qur’an dan hadits dengan pikiran yang tenang dan hati yang suci. Ayat dan hadits yang dibaca itu supaya dicocokkan dengan dirinya sendiri. Mana perintah yang belum dikerjakan, lekas diikhtiarkan mengamalkannya, dan mana larangan agama yang masih dilakukan, harus segera dihentikan dan ditinggalkan sejauh-jauhnya.” [Tafsir Langkah hlm. 46]
Di halaman yang sama beliau melanjutkan, “Sebelum pergi tidur, supaya diadakan waktu untuk menghitung dan mengingat-ingat apa yang diperbuat pada hari itu.”
Rasulullah SAW bersabda,
أَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
“Iringilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan menghapuskan yang buruk.” [HR. Abu Dawud]
Dalam melalui perjalanan hidup di dunia, manusia apalagi seorang muslim tentu tidak akan bisa lepas dari kesalahan, baik disengaja ataupun tidak. Baik karena godaan setan pada dirinya, atau semata-mata karena bisikan hawa nafsunya sendiri. Oleh karenanya, seiring waktu yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk hidup di dunia, sepatutnya bisa dipergunakan dengan maksimal untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Salah satunya dengan mengintrospeksi segala perilaku yang dia miliki, sehingga mendorongnya untuk mengoreksi diri agar bisa berubah ke arah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Intiqad kepada orang lain
Selain terhadap diri sendiri, mengoreksi atau memperbaiki orang lain juga merupakan bagian dari ajaran Islam. Hal ini bukan dengan mencari-cari kesalahan dan aib orang lain yang tidak terlihat, tetapi koreksi yang kita lakukan hanya sebatas pada apa yang bisa dilihat saja. Karena intiqad kepada orang lain termasuk dalam amar makruf nahi munkar yang merupakan salah satu ciri dari umat terbaik. Dan umat Islam akan senantiasa menjadi umat terbaik selama mereka masih melaksanakan amar makruf nahi munkar. Allah SWT berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” [QS. Ali Imran (3): 110]
Intiqad kepada orang lain harus dilakukan dengan cara yang benar. Tidak dilakukan dengan asal-asalan, salah satunya dengan mempermalukannya di depan orang banyak. Sehingga bukan kesadaran dan perbaikan yang terwujud, tetapi justru kemarahan dan kebencian. Konsep amar makruf nahi munkar perlu dipelajari dengan seksama sebelum mengamalkan intiqad kepada orang lain.
KH. Mas Mansur berkata, “Di dalam memberi peringatan itu harus tahu pada tempatnya, dengan menggunakan dasar menarik kemaslahatan dan mejauhkan madharat, serta diiringi dengan hikmah atupun bijaksana.” [Tafsir Langkah hlm. 48]
Allah SWT berfirman,
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” [QS. An Nahl (16):125]
Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa.” [HR. Bukhari]
KH. Mas Mansur berkata, “Bagi orang yang menerima peringatan dan nasihat, haruslah semua itu diterima dengan telinga terbuka, hati yang suci, gembira dan selalu memuji dan bersyukur, juga harus dimaklumi bahwa segala peringatan itu hanya timbul dari hati yang suci, cinta dan kasih sayang kepadanya.” [Tafsir Langkah hlm. 48]
Intiqad kepada orang lain juga tidak boleh dilakukan dengan paksaan. Memaksa orang yang kita koreksi untuk selalu mengikuti apapun yang kita sampaikan, meskipun kita yakini bahwa apa yang kita sampaikan tersebut adalah sebuah kebenaran, meskipun ada hujjah yang tegas dari apa yang kira sampaikan dan semua telah dipaparkan dengan jelas. Karena pada dasarnya tugas kita hanya menyampaikan, sedangkan orang lain mau mendengar dan melakukan atau tidak, itu semata-mata atas hidayah Allah SWT dan Dia lah yang mempunyai kekuasaan menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan hidayah tersebut.
Intiqad kepada lembaga
Intiqad kepada lembaga yang dimaksud oleh KH. Mas Mansur dalam masalah ini hanya dibatasi pada masalah yang berhubungan dengan Persyarikatan Muhammadiyah, bukan badan atau lembaga lain di luar Muhammadiyah. Di dalam intiqad ini KH. Mas Mansur membagi menjadi dua bagian: pertama, intiqad kepada persyarikatan atau majelisnya sendiri; dan kedua, intiqad kepada persyarikatan atau majelis lain.
Cara mengamalkan bagian pertama: Semua pengurus majelis atau bagian (urusan) supaya senantiasa melakukan penyelidikan kepada masing-masing majelisnya sendiri dengan dasar “menuju kepada perbaikan dan kesempurnaan”. Yaitu dengan cara:
Pertama, sebelum sidang dan pembicaraan lain dimulai, notulen sidang haruslah melihat terlebih dahulu tentang putusan-putusannya. Keputusan yang belum berjalan (dilakukan), supaya diselidiki benar-benar apa penyebabnya, kalau disebabkan karena lalai, maka hendaklah penanggungjawabnya diberi peringatan. Dan jika disebabkan karena tidak dapat dilakukan (terkendala), supaya dibicarakan lagi ikhtiar cara melakukannya. Bila terdapat dalam pembicaraan itu memang tidak (belum) dapat melakukannya, maka hendaklah keputusan itu dicabut dan dicatat terlebih dahulu.
Kedua, Untuk kesempurnaan hal ini maka tiap-tiap majelis atau urusan (bagian) harus mempunyai buku catatan khusus untuk keputusan-keputusan yang belum dapat dilakukan. Tiap-tiap kwartal (berkala), supaya diadakan sidang khusus untuk mengulangi pembicaraan dari keputusan-keputusan yang belum dapat dilakukan.
Ketiga, masing-masing anggota pengurus harus selalu memikirkan, merenungkan dan mencari jalan yang dapat menambah kesempurnaan dan kebesaran majelis atau urusan (badan) yang diurusnya (menjadi tanggungjawabnya).
Sedangkan cara mengamalkan bagian kedua (intiqad kepada persyarikatan atau majelis lain) adalah tidak berbeda dengan cara intiqad kepada teman sejawat, ialah memperbanyak amar makruf nahi munkar. Tiap-tiap majelis kepada majelis yang lain atau bagian kepada bagian yang lain, harus selalu saling memperhatikan gerak langkahnya, saling mengingatkan untuk perbaikan, kesempurnaan dan keselamatan bersama [Tafsir Langkah hlm. 49-51]. Wallahu a’lam
KOMENTAR