Ada sekian cerita yang membedakan Ramadhan tahun ini dengan Ramadhan
sebelumnya. Dari sekian cerita itu, yang pasti sama dialami seluruh kaum
muslimin di segenap penjuru dunia adalah; sama-sama tengah dirundung Pandemi Covid-19.
Kondisi masih sangat tidak menentu. Entah sampai kapan virus corona ini
akan berakhir. Data pasien di negeri kita saja belum menunjukkan tanda menurun.
Yang ada setiap hari terus bergerak naik. Sebagian daerah; provinsi, kabupaten
dan kota bahkan sedang bersiap menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar). Dapat dipastikan jika Ramadhan tahun ini kita harus melewatinya dalam
kondisi keterbatasan.
Jika ada rasa cemas, sedih, haru bahkan galau memikirkan dan membayangkan
ibadah kita nantinya di Ramadhan ini, tentu sebuah perasaan yang sah-sah saja
dan normal. Bahkan boleh jadi rasa itu sesuatu yang positif karena lahir dari
hati seorang yang merindukan kebaikan Ramadhan. Hati yang cemas sekiranya tidak
bisa optimal mengisi Ramadhan dengan ibadah dan amal soleh maksimal.
Apalagi surat edaran Kementerian Agama sudah diterbitkan. Himbauan MUI dan
ormas-ormas Islam sudah disampaikan. Kira-kira pesannya; tarawih
cukup dilakukan di rumah-rumah saja. Demikian juga tadarus dan tilawah
serta i'tikaf. Zakat disegerakan, shalat 'iedul fithri masih
belum pasti menunggu kondisi. Tradisi-tradisi sahur bersama dan ifthar
jama'i baiknya dihindari. Mudik untuk shilaturahim ditahan
dulu. Dan pastinya ucapan minal 'aidin wal faizin harus minus berjabat
tangan.
Itulah setidaknya kondisi-kondisi Ramadhan yang melintas di benak kita pada
tahun ini. Hati siapa yang tak haru membayangkannya. Saat semarak ibadah kaum
muslimin serasa ada yang tak biasa. Saat suasana kemeriahan dan keceriaan ibadah
seakan terbatasi kondisi wabah yang mengancam.
Namun, apakah dengan segala kondisi yang ada yang dialami saat ini,
mengurangi keberkahan dan anugerah Ramadhan kepada kita? Menjadi
berkurangkah fadhilah dan keistimewaannya untuk kita? Sekali-kali tidak.
Ramadhan tetap akan hadir dengan keberkahan dan segenap anugerahnya, dengan
segala keistimewaan dan fadhilahnya, tak berkurang. Bahkan bisa jadi kehadiran
Ramadhan di tengah musibah ini sejatinya adalah oase di tengah sahara. Coba
renungkan firman Allah berikut, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui." [Al-Baqarah: 216].
Maka apapun kondisi yang kita alami, kita tetap layak bersiap diri sambut
tamu agung. Tarhib kita menjemput Ramadhan tetap antusias, gembira,
penuh optimis. Ber-husnuzhan, Allah sedang menyiapkan skenario indah
untuk kaum muslimin.
Tulisan ini mengajak kita berpikir positif untuk jalani Ramadhan di tengah
musibah ini dengan kualitas maksimal. Sekalipun dengan segala keterbatasan yang
ada. Untuk itu, ada beberapa sikap dan persiapan yang hendaknya menjadi agenda kita
menyiapkan diri menjemput bulan kemuliaan ini.
Rasulullah SAW. bersabda,“Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah “syahrun mubarok”.
Di dalamnya Allah mewajibkan kamu berpuasa, pintu-pintu sorga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di dalam bulan Ramadhan
terdapat malam yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Maka barangsiapa
yang tidak berhasil memperoleh kebaikan Ramadhan sungguh ia tidak akan
mendapatkan hal tersebut untuk selama-lamanya.” [Riwayat Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi].
Bergembira dengan keutamaan yang diberikan Allah Swt. adalah perintah
agama. Mari simak firman Allah SWT. dalam surat Yunus. “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan” [QS. Yunus
(10): 58].
Ditinjau dari sisi kesehatan, ternyata menghadirkan kegembiraan dan
kebahagiaan merupakan hal positif di tengah suasana bencana. Sebab bahagia dan
gembira dapat memperbanyak enzim endorfin dalam tubuh. Menurut para ahli
kesehatan, jenis hormon endorfin ini di dalam tubuh berfungsi sebagai pusat
yang mengendalikan luka, rasa sakit dan stres. Selain itu, hormon ini juga
mampu meningkatkan mood, menciptakan suasana ketenangan dalam diri dan dapat
memicu peningkatkan imunitas dalam tubuh. Seorang ibu yang sedang sakit kepala,
demi mendengar kabar kelulusan anaknya yang akan segera diwisuda, mendadak
sakit kepalanya hilang. Ini terjadi karena hormon endorfin yang dikeluarkan
dalam tubuhnya memberikan reaksi positif.
1. Maksimalkan Persiapan
Diri
Persiapan diri menyambut bulan suci secara maksimal
meliputi tiga aspek. Pertama adalah i'dad ruuhi (persiapan jiwa). Yang
dimaksud persiapan jiwa adalah membersihkan hati dan jiwa dari segala dosa yang
mengotori hati. Karena Ramadhan adalah bulan suci, maka sejatinya kita
memasukinya dalam kondisi bersih hati. Perbanyaklah beristighfar dan bertaubat
kepada Allah agar Allah menghapus noda dosa yang akan menghalangi nikmat dan
kekhusyuan ibadah. Termasuk persiapan jiwa adalah memanjatkan do’a agar dipertemukan
dengan bulan mulia ini dan diberikan keselamatan lahir batin menjalaninya.
Yang kedua
i’dad ‘ilmi (persiapan ilmu). Yang dimaksud persiapan ilmu adalah
membekali diri dengan ilmu tentang Ramadhan; fikih shaum, qiyam ramadhan,
i’tikaf, hukum zakat dan lainnya. Bekal ilmu di dalam ibadah penting bahkan
menjadi satu di antara faktor utama penyebab diterimanya amal. Apalagi di
tengah wabah Covid-19 ini, persiapan ilmu menjadi penting untuk bisa memastikan
bahwa apa yang dilakukan tidak keluar dari tuntunan syari’at. Terlebih untuk para
orang tua terutama ayah yang Ramadhan ini akan lebih banyak berinteraksi dengan
keluarga, menjadi imam taraweh keluarga, memimpin tadarus di rumah dan tugas
lainnya. Ini tentu menuntunya untuk lebih meningkatkan kapasitas ilmu.
Yang ketiga i’dad ‘amali (persiapan
amal). Maksud dari persiapan amal adalah bagaimana diri ini dikondisikan untuk
siap melakukan aktifitas amal panjang selama bulan Ramadhan. Jika dalam olah
raga kita mengenal istilah pemanasan (warming up), kira-kira seperti
itulah pesan dari i’dad ‘amali ini. Sebuah upaya beradaptasi dengan amalan
Ramadhan secara cepat, efektif dan efisien.
2. Rancang Program
Unggulan
Karena keberkahan waktu yang ada pada bulan Ramadhan,
maka kebaikan apapun yang dilakukan di bulan ini sebetulnya menjadi istimewa.
Hal itu disebabkan pelipatgandaan pahala yang diberikan Allah Swt. Namun jika
merujuk ayat-ayat shaum [QS. 2: 183-187] dan hadits-hadits tentang Ramadhan,
akan ditemukan beberapa amalan unggulan atau prioritas yang tidak boleh luput
di bulan ini. Amalan-amalan tersebut menjadi esensi dari Ramadhan itu sendiri.
Pertama; ibadah shaum sebagaimana
disebutkan ayat 183 di surat Al-Baqarah. Ibadah shaum adalah prioritas ibadah
di bulan Ramadhan ini. Karena itu jangan sampai memasuki bulan Ramadhan tapi
tidak shaum tanpa alasan syar’i. Orang-orang yang diberi ‘udzur syar’i
boleh tidak melakukan shaum sudah diatur dalam syari’at. Mereka bisa
menggantinya di waktu yang lain atau membayar fidyah.
Kedua; tilawah
quran, diisyaratkan ayat185 yang menyebutkan Ramadhan sebagai syahrul
quran (bulan Al-Quran), bulan diturunkannya. Sehingga membaca Al-Quran di
bulan diturunkannya ini menjadi sedikit berbeda dan istimewa. Ketiga; berdo’a,
seperti yang ditunjukkan ayat 186 yang menjelaskan begitu dekatnya Allah dengan
hamba-Nya. Disisipkannya ayat tentang do’a di antara ayat-ayat shaum Ramadhan
menunjukkan bulan ini sebagai momen spesial setiap hamba mengajukan proposal hidupnya
kepada sang pemiliknya, sekaligus menandakan begitu dekatnya Allah dengan ahli
shaum..
Keempat; qiyam ramadhan
seperti dijelaskan dalam hadits, “Barangsiapa
melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
[HR. Bukhari dan Muslim]
Kelima; banyak
bersedekah, seperti ditunjukkan dalam beberapa hadits, “Barang siapa yang memberikan makanan berbuka kepada
orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut,
tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa itu” [HR. Tirmidzi]. Dan juga hadits tentang kedermawanan
rasulullah Saw. di bulan Ramadhan sebagaimana diceritakan Ibnu Abbas, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau
lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril
menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” [HR.
Bukhari].
3. Memasjidkan
Rumah Sendiri
Di masa pandemi Covid-19 ini rumah
telah menjadi tempat terbaik dan terbilang paling aman dibanding tempat
lainnya. Beberapa istilah bermunculan, Stay at Home, Work from Home,
di rumah aja, belajar di rumah dan istilah-istilah lainnya. Saat ini rumah
telah didesain menjadi pusat belajar anak, menjadi kantor tempat bekerja,
menjadi tempat rekreasi bahkan juga menjadi tempat perawatan.
Di bulan Ramadhan ini, fungsi rumah tentu bertambah lagi.
Walaupun kegiatan ibadah sudah biasa dilakukan di rumah sejak diberlakukan social
distancing, namun di bulan Ramadhan tentu intensitasnya akan lebih
meningkat. Hal itu karena iklim Ramadhan memberi suasana yang lain bagi
semaraknya ibadah di bulan suci ini. Sesuai arahan pemerintah dan MUI, kegiatan
tarawih akan berpusat di rumah. Tadarus, tilawah dan kegiatan ta’lim
yang biasa semarak di bulan suci ini juga akan difokuskan di rumah. Artinya
rumah betul-betul menjadi sentral kegiatan Ramadhan keluarga. Dalam bahasa lain
rumah yang “dimasjidkan”.
Jika pembinaan Ramadhan di rumah ini benar-benar efektif,
ini menjadi momen tarbiyyah massal dan masif yang dahsyat. Momen pembinaan
ketahanan rumah tangga yang sangat fenomenal. Momen pembentukan rumah tangga
yang kuat secara mental spiritual. Menjadi waktu terbaik keluarga merencanakan
tipe rumah seperti apa kira-kira yang ingin dibangunnya di surga kelak.
Inilah barangkali sisi positif dan
hikmah yang yang bisa dipetik kaum muslimin pada Ramadhan tahun ini. Kegiatan
ramadhan yang berpusat di rumah, mempunyai peluang besar melahirkan keluarga
(bukan lagi personal) bertakwa. Maka apabila keluarga-keluarga ahli takwa yang
muncul ini merata secara nasional, keberkahan berbangsa dan bernegara pun akan
terwujud di negari kita ini. Bukankah Allah berjanji, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa,
pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai
dengan apa yang telah mereka kerjakan.” [QS.Al-A’raf (7) : 96]. Wallahu a’lam
bishawab. []
KOMENTAR