Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita melihat banyak orang yang memuliakan orang-orang kaya, pengusaha dan penguasa. Mereka dihormati disebabkan kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya, tetapi ketika mereka jatuh miskin dan kehilangan pangkat dan jabatan yang dimilikinya, dia menjadi terhina dan tidak lagi dimuliakan dan dihormati, malah termasuk oleh orang-orang yang selama ini mendukungnya dan mengelu-elukannya.
Sebaliknya, sering kita melihat orang-orang memandang rendah dan hina terhadap orang-orang miskin dan papa, mereka dianggap sebagai masyarakat kelas bawah dan sering diperlakukan secara tidak adil dan hak-hak mereka tidak diberikan sebagaimana mestinya, seperti hak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Tetapi ketika roda kehidupan berputar, orang yang tadinya miskin menjadi kaya, rakyat biasa menjadi penguasa, mereka akan menjadi dimuliakan dan dihormati karena kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya.
Allah SWT menjelaskan tentang kemuliaan dan kehinaan dalam kaitannya dengan kekayaan dan kemiskinan seseorang, sebagaimana Firman-Nya:
(فَأَمَّا ٱلۡإِنسَـٰنُ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَیَقُولُ رَبِّیۤ أَكۡرَمَنِ)
Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” [Surat Al-Fajr 15]
(وَأَمَّاۤ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَیۡهِ رِزۡقَهُۥ فَیَقُولُ رَبِّیۤ أَهَـٰنَنِ)
Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.” [Surat Al-Fajr 16]
Pandangan mereka terhadap kemuliaan dan kehinaan seseorang dikaitkan dengan kesuksesan duniawiyah yang berhasil mereka raih dibantah oleh Allah SWT:
(كَلَّاۖ بَل لَّا تُكۡرِمُونَ ٱلۡیَتِیمَ وَلَا تَحَـٰۤضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِینِ وَتَأۡكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكۡلࣰا لَّمࣰّا وَتُحِبُّونَ ٱلۡمَالَ حُبࣰّا جَمࣰّا)
Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram), dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. [Surat Al-Fajr 17 - 20]
Allah SWT mengecam orang-orang yang tidak mempergunakan harta kekayaan yang dimilikinya untuk mengasuh anak-anak yatim dan memberi makan orang-orang miskin. Mereka hanya berpestapora dengan makanan yang tidak jelas halal haramnya, dan mencintainya secara berlebih-lebihan.
Ternyata kemuliaan seseorang sangat tergantung kepada seberapa besar fungsi sosial kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya untuk kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat lapis bawah, orang-orang terlantar, anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Di saat masyarakat, rakyat yang berada pada strata sosial ekonomi paling bawah sudah mulai terpapar dan terkapar karena kekurangan logistik disebabkan mereka tidak bekerja di luar rumah untuk mematuhi ketentuan social distancing harus tetap tinggal di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19, semestinya para penguasa dan pengusaha yang memiliki kekuasaan dan kekayaan memberikan perlindungan dan jaminan sosial agar mereka tidak menderita penyakit busung lapar, yang pada akhirnya tergelepar dan terlantar.
Saatnya orang-orang kaya, para konglomerat dan pengusaha kakap yang selama ini telah berhasil mengumpulkan harta dan kekayaan dalam jumlah yang sangat banyak, membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhati mulia. Harta yang mereka miliki bukan sekedar untuk membangun singgasana mas kebanggaan pribadi dan keluarga, tetapi harta kekayaan yang mereka miliki mempunyai peran sosial di tengah kehidupan masyarakat bangsa.
Seandainya separuh dari triliyunan harta kekayaan yang mereka miliki disumbangkan untuk membantu rakyat yang melarat sebagaimana Usman bin Affan telah menyerahkan seperdua hartanya, Abdurrahman bin Auf sepertiga hartanya untuk kepentingan masyarakat dan negara, mereka akan masih tetap menjadi orang-orang kaya dan terkaya di Indonesia.
Setelah badai wabah ini berlalu, mereka akan dihormati sebagai orang kaya yang berhati mulia. Tetapi ketika mereka tidak mau mengeluarkan sebagian harta kekayaan yang mereka miliki untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara yang sedang dilanda wabah virus corona, tentu tidak bisa disalahkan jika ada sebagian masyarakat yang menganalogikan mereka dengan tokoh Qarun di zaman Nabi Musa. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Risman Muchtar
KOMENTAR