Barangkali sehari dua hari mereka masih bisa bertahan, anak-anak masih dibujuk untuk makan sehari sekali. Tapi hari berikutnya sampai seminggu, mereka sudah terpapar, minggu berikutnya busung lapar dan hari berikutnya terkapar dan tergelepar. Lalu siapa yang harus bertanggungjawab?
Terpikir tidak oleh kita ketika si Ayah tidak tahan mendengar tangisan dan jeritan anak-anaknya yang kelaparan, isterinya yang tidak sanggup lagi membantu suaminya untuk mengatasi permasalahan, tetangga sebelah juga sudah terpapar dan terkapar. Apa yang bakal terjadi?
Di saat ada dua pilihan sulit, mati karena busung lapar atau harus berjuang untuk mendapatkan kebutuhan dengan cara apapun. Barangkali pilihan kedua akan mereka lakukan, apalagi kalau masyarakat yang terpapar dan terkapar itu jumlahnya besar, tidak mustahil mereka akan menjarah di mana saja mereka bisa mendapatkan makanan, bukan karena profesi mereka perampok, tetapi karena mereka lapar dan terlantar. Kalau yang begini sudah terjadi, masif dan di mana-mana, negara bisa keos dan jeblos. Lalu siapa yang harus disalahkan?
Sebenarnya negara tidak boleh terlambat, pemerintah harus segera mengambil sikap yang jelas dan tegas. Rakyat harus dilindungi, nyawa rakyat dan keutuhan negara harus dijaga. Melindungi rakyat adalah amanah konstitusi dan tanggung jawab negara.
Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang tahu apa yang harus dilakukan sekarang dan apa yang boleh ditangguhkan sementara waktu.
Jangan sampai terlambat, ketika rakyat semakin lapar, terkapar dan terancam busung lapar, negara bisa bubar, nauzubillah.
Hai saudara-saudaraku di DPR, DPD dan MPR, bicaralah jangan anda bisu, dengarlah jeritan rakyat dan lihatlah apa yang terjadi. Buat keputusan strategis untuk selamatkan bangsa dan negara kita yang sama-sama kita cintai ini.
Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb
Risman Muchtar
KOMENTAR