$type=ticker$cols=4$label=hide$show=post

[Edisi Terbaru]_$type=three$m=0$rm=0$h=420$c=3$snippet=hide$label=hide$show=home

Visi Konsumsi Islam: Belajar Dari Wabah Virus 2019-nCoV


Imron Rosyadi
(Lektor Kepala Pada FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Akhir 2019, masyarakat dunia diresahkan dengan kabar serangan epedemi virus corona (2019-nCoV). Fenomena wabah virus mematikan bukan kali pertama di dunia kesehatan/kedokteran. Sebelumnya, pada 2003/2004 akibat terinfeksi virus SARS, dikabarkan 774 orang meregang nyawa. Kini, wabah virus corona lebih mengerikan. Pasalnya virus tersebar tidak hanya di daerah epedemi asalnya, Wuhan Tiongkok, melainkan telah menyebar melintasi batas antara negara dan antar benua.
Pada saat artikel ini ditulis, diberitakan telah ditemukan kasus virus corona di Tiongkok sebanyak 72.426 kasus. Kemudian di Jepang ditemukan 610 kasus, Singapura (81 kasus), Hongkong (62 kasus), Thailand (35 kasus), Korsel (31 kasus), Taiwan (22 kasus), Malaysia (22 kasus), Vietnam (16 kasus), Jerman (16 kasus), AS (15 kasus), Australia (15 kasus), Perancis (12 kasus), Makau (10 kasus), UEA (9 kasus), Inggris (9 kasus), Kanada (8 kasus), dan di berbagai negara lainya (13 kasus). Jadi, total positif yang terinfeksi virus corona sebanyak 73.429 orang, dan korban meninggal sebanyak 1.873 orang.
Dampak ekonominya pun tak terelakan. Jika Tiongkok tidak sanggup menanggulangi wabah corona, maka dikhawatirkan perekonomian China terguncang, dan imbasnya turut mengguncang ekonomi dunia. Hal ini mengingat, posisi China sebagai negara dengan ekonomi terkuat di dunia setelah AS. Namun tulisan ini dibatasi hanya menyoal pola konsumsi masyarakat Tiongkok yang permisif, dan bagaimana Islam mengatur pola konsumsi umatnya.
Faktor Penyebab                                                                                
Kondisi tersebut lantaran nyaris semua aktivitas ekonomi Tiongkok terganggu. Kota megapolitan Wuhan yang sarat dengan kemajuan ekonomi yang dinamis, dihuni 11 juta penduduknya dan terdapat kampus ternama tiba-tiba menjelma seperti kota mati. Karena warganya diisolasi dan/ atau mengisolir diri agar tidak terpapar wabah virus mematikan.
Kondisi ini masih diperparah lagi dengan adanya warning dari berbagai negara agar warganya tidak berkunjung ke China. Dampaknya, kepanikan luar biasa di pasar modal China yang mengundang para investor melakukan aksi pengamanan terhadap aset keuangan sebesar Rp 5700 trilyun [CNBC, 2020]. Pertanyaanya apa penyebab utama virus sedemikian cepat tersebar, jika ditilik dari dimensi akademis, dan keyakinan kita sebagai muslim?
Semula beredar desas-desus di media sosial, wabah virus corona dikaitkan dengan ‘skenario’ perang dagang AS-China. Konon, “serangan” dagang China yang merugikan AS, dibalas AS dengan senjata biologi virus. Beredar juga isu China sengaja membocorkan tabung-tabung virus di sebuah gedung laboratorium di Wuhan untuk melenyapkan populasi muslim di provinsi Wuhan. Namun belakangan, semua desas-desas itu dibantah berbagai sumber terpercaya, dan dinilai sebagai informasi hoax.
Penjelasan perihal penyebab wabah virus yang meyakinkan pun mulai bermunculan, terutama datang dari dunia akademik (riset). Temuan riset Fan et al., (2019) menyebutkan terdapat potensi wabah penyakit yang diakibatkan virus corona yang berasal dari kelelawar. Argumentasinya, coronavirus penyebab SARS dan MERS berasal dari kelelawar yang sudah berubah genetiknya akibat rekombinasi.
Merujuk hasil riset tersebut, Peng Zhou (Peneliti Wuhan Institute of Virology), meramalkan: “sangat mungkin terjadi bahwa wabah seperti SARS atau MERS akibat infeksi coronavirus akan bersumber dari kelelawar, dan ada kemungkinan besar akan terjadi di China”.
Temuan riset tersebut boleh jadi benar. Hal ini mengingat populasi dan keragaman kelelawar di Tiongkok sangat tinggi. Bahkan nyaris terjangkau dalam radius area aktivitas manusia. Serta yang lebih meyakinkan, fakta di lapangan mengonfirmasikan bahwa menyantap daging kelelawar bagi masyarakat Tiongkok merupakan tradisi (salah satu menu kuliner favorit). Bahkan kelelawar dibunuh dan dimasak dalam keadaan sesegar mungkin. Sehingga lantaran inilah, risiko terpapar virus yang berasal dari kelelawar sangat tinggi [Fan et al., 2019].
Konon, masyarakat China tidak hanya suka menyantap daging kelelawar, tapi juga suka dengan daging binatang yang tergolong buas, dan menjijikkan, antara lain: tikus, anjing, ular, kalajengking, kodok dan binatang lainnya. Bahkan di media sosial sempat viral, sejumlah warga Tiongkok sedang menyantap cindil (anak tikus) dalam keadaan hidup-hidup dicampur dengan saus.
Pola makan permisif (serba boleh) seperti itu, jelas tidak sejalan dengan ajaran Islam. Dalam kaidah fikih disebutkan “semua jenis makanan hukumnya halal kecuali bila ada dalil yang secara khusus menyebutkan pengharamannya”. Kelelawar meskipun tidak disebutkan keharamannya dalam Al-Qur’an, tapi dalam hadits disebutkan kategori binatang yang tidak boleh dijadikan sebagai bahan makanan, yaitu: “daging binatang buas yang bertaring dan berkuku tajam; daging binatang jalaalah (pemakan kotoran); daging binatang yang menjijikan”. Merujuk kaidah itu, berarti kelelawar termasuk binatang yang diharamkan untuk dikonsumsi.
Terdapat juga kaidah fikih “hewan yang dilarang untuk dibunuh, dagingnya haram dimakan”. Imam Syafi’i berpendapat: “setiap hewan yang dilarang dibunuh, berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya” Kelelawar masuk dalam kaidah ini, karena dilarang dibunuh sebagaimana Rasulallah SAW bersabda:
Janganlah kalian membunuh katak, karena suaranya adalah tasbiih. Dan jangan kalian membunuh kelelawar, karena ketika Baitul-Maqdis roboh ia berkata: ‘Wahai Rabb, berikanlah kekuasaan padaku atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 9/318 & Ash-Shughraa 8/293 no. 3907 & Al-Ma’rifah hal. 456 – Al-Baihaqiy berkata: “Sanadnya shahih”].
Sementara, kaidah fikih lain menyatakan “hukum (haram) itu diputuskan pasti karena ada sebabnya (al-hukmu yadluru ma’al illati)”. Kaidah ini secara empiris terbukti jika dikaitkan dengan hasil riset yang menyatakan “kebiasaan mengonsumsi daging kelelawar berisiko tinggi terpapar virus corona”. Maknanya, ada bahaya yang mengancam umat manusia di balik pelarangan mengonsumsi binatang tertentu sebagaimana disyariatkan.
Sebagaimana halnya dengan pelarangan mengonsumsi babi, terdapat sejumlah alasan [Nanung Danar Dono, 2017]. Pertama, cacing pita babi mikroskopis dan dapat masuk ke seluruh jaringan tubuh manusia, termasuk sel otak. Kedua, lemak babi dapat mengakibatkan endapan kolesterol pada pembuluh darah manusia, sehingga dapat menyebabkan angina pectoris, cardiac arrest, stroke, sesak nafas, dan lainnya. Ketiga, daging babi adalah salah satu sebab penyakit kanker colon (usus besar) dan anus. Keempat, penyakit-penyakit babi dapat menular ke tubuh manusia. Kelima, kemiripan DNA babi-manusia dapat menyebabkan pewarisan sifat-sifat buruk babi ke manusia.
Lebih lanjut Nanung Danar Dono menjelaskan penelitian ilmiah modern di dua negara Timur dan Barat, yakni China (mayoritas penduduknya penyembah berhala), dan Swedia (mayoritas penduduknya sekuler). Hasil penelitian menunjukkan sejumlah temuan. Pertama, Daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan usus besar (kolon). Kedua, persentase penderita penyakit ini di negara-negara yang penduduknya memakan babi, seperti: Eropa, Amerika, China, dan India, meningkat secara drastis. Ketiga, persentase penyakit ini di negara-negara Islam amat rendah (1/1000).

Visi Islam
Perilaku konsumsi permisif sebagaimana dilakukan masyarakat Tiongkok, kondisinya sama sebagaimana juga yang pernah dikhawatirkan oleh Nabi SAW yang menyatakan: “sesungguhnya ketakutan yang paling aku khawatirkan atas diri kalian adalah keinginan yang menyesatkan dalam perut kalian, kelamin kalian, dan hawa nafsu kalian.[H.R. Ahmad]. Berpijak dari sabda Nabi ini, terdapat sejumlah konsep yang merupakan visi Islam dalam konsumsi.
Pertama, bahwa makan dan minum dibutuhkan manusia hanya sebatas untuk memulihkan tubuhnya, agar tetap bisa melanjutkan seluruh aktivitas kehidupanya. Hal ini, sebagaimana dikatakan oleh Nabi: “tak ada tempat yang paling jelek dalam diri manusia jika dipenuhi (sesuatu) melebihi dari perutnya. Hendaknya manusia mengisi perutnya dengan makanan yang cukup untuk menegakkan punggungnya. Jika lebih dari itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.[HR. Tirmidzi]
Kedua, barang konsumsi dalam pandangan Islam hanya ada dua jenis yang terkait langsung dengan moralitas dan ideologis, yaitu at-tayyibaat dan ar-rizq. At-tayyibat berarti barang yang baik (halal), bersih, suci, indah dan jenis makanan diantara yang terbaik. Dalam konteks ini, berarti barang-barang yang buruk artinya kurang bermanfaat, bahkan menimbulkan mudharat bagi diri-sendiri dan lingkungan-nya seperti, minuman keras dan rokok, misalnya bukan merupakan barang konsumsi dalam pandangan Islam [lihat, Q.S. Al-Maidah: 88 dan Q.S. Al-Baqarah:168].
Sedangkan ar-rizq adalah makanan dari Tuhan, pemberian Tuhan, anugerah dari langit, maknanya Allah pemberi Rahmat yang sebenar-benarnya dan pemasok kebutuhan semua makhluk [lihat, Q.S. Yaasin: 47]. Dalam konteks ini, barang-barang konsumsi adalah barang-barang yang baik dan berguna, yang manfaatnya memberikan dampak perbaikan secara material, moral dan spritual bagi konsumennya [Kahf, 1995].
Ketiga, Terkait dengan kegiatan berbelanja (konsumsi), Islam melarang israaf (pemborosan) dan tabzir (penghamburan uang tanpa ada manfaatnya). Israaf adalah penggunaan harta secara berlebih-lebihan sehingga melanggar syariah Islam dalam hal mengkonsumsi makanan, minuman, pakaian dan rumah, bahkan sedekah. Tabzir berarti menggunakan harta dengan cara yang salah, maksudnya adalah harta yang dimiliki, digunakan untuk tujuan-tujuan yang melanggar syariah Islam, seperti penyuapan, berzina, membeli barang haram dan sebagainya.
Keempat, Islam menganjurkan pola belanja dan penggunaan harta secara moderat dan berimbang, yaitu suatu pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Furqan ayat 67 yang artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Kelima, membelanjakan harta dalam Islam tidak hanya sebatas pada barang konsumsi, namun juga harta yang dialokasikan untuk menguatkan solidaritas sosial umat Islam melalui zakat, infaq dan shadaqah [lihat, Q.S. Yaasin: 47].
Dengan demikian, pola konsumsi (makan) muslim berbeda secara diametral dengan pola makan non-muslim yang permisif. Pola makan muslim terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat. Sebagaimana pesan Nabi:
Perkara halal itu sudah jelas dan perkara haram juga sudah jelas .Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yang tidak diketahui banyak orang. Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan kehormatan dan agamanya. Sebaliknya, barangsiapa yang terlihat dalam perkara syubhat, ia terperosok ke dalam perkara haram seperti penggembala yang menggembalakan ternak di sekitar daerah terlarang (padang rumput milik seseorang), ia hampir saja masuk ke dalamnya.” [HR. Bukhari dan Muslim].


*) Tulisan ini sudah diterbitkan pada Majalah Tabligh edisi Maret 2020

KOMENTAR


Nama

Buya Risman,36,Edisi Terbaru,39,Ekonomi Islam,8,Ghazwul Fikri,6,Infografis,3,Khazanah,8,Kolom,73,Konsultasi,4,Mutiara Takwa,5,Opini,9,Sains,4,Sajian Khusus,17,Sajian Utama,50,
ltr
item
Majalah Tabligh: Visi Konsumsi Islam: Belajar Dari Wabah Virus 2019-nCoV
Visi Konsumsi Islam: Belajar Dari Wabah Virus 2019-nCoV
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJz9M09eHWM_yhdJKU4_M5PQUcVGtobMliLqeUuLe25ls0c7tdJ4hKdw1Owcv2_6iHqMJll89OUT2q7_G-jkyyUzr6kfuS8idU2itZbL0UStEqsleTsQuHGNPaql9eBoPJsTklKrDmaPs/s320/Imron+Rosyadi+-+Photo.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJz9M09eHWM_yhdJKU4_M5PQUcVGtobMliLqeUuLe25ls0c7tdJ4hKdw1Owcv2_6iHqMJll89OUT2q7_G-jkyyUzr6kfuS8idU2itZbL0UStEqsleTsQuHGNPaql9eBoPJsTklKrDmaPs/s72-c/Imron+Rosyadi+-+Photo.png
Majalah Tabligh
https://www.majalahtabligh.com/2020/04/visi-konsumsi-islam-belajar-dari-wabah.html
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/2020/04/visi-konsumsi-islam-belajar-dari-wabah.html
true
945971881399728876
UTF-8
Muat semua Tidak ditemukan TAMPILKAN SEMUA Baca lagi Jawab Cancel reply Hapus Oleh Beranda PAGES POSTS Tampilkan semua Rekomendasi untuk Anda UPDATE ARSIP CARI SEMUA POS Not found any post match with your request Kembali Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy