$type=ticker$cols=4$label=hide$show=post

[Edisi Terbaru]_$type=three$m=0$rm=0$h=420$c=3$snippet=hide$label=hide$show=home

Labelisasi Sesuka Hati ala LIPI

Sarah Mantovani SH., M.P.I
(Aktivis Muslimah, Penulis Delusi Kesetaraan Gender)

Pada 29 April lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengunggah sebuah kolom dari salah satu peneliti perempuannya yang bernama Kurniawati Hastuti Dewi. Doktor Muslimah ini pada awalnya menulis dan memaparkan salah seorang orang tua murid di TK anaknya yang bekerja sebagai Perawat, kemudian ia lanjutkan dengan kasus Ibu Yuli Nur Amelia, perempuan asal Serang yang diduga meninggal karena kelaparan.

Menurut Kurniawati, dua contoh kasus di atas merupakan dampak pandemi Covid-19 pada perempuan dalam berbagai peran dan sektor pekerjaan. Kemudian ia juga mengajak pembaca agar melihat secara kritis peran dan kontribusi perempuan dalam penanganan Covid-19.

Ada tiga poin yang ia paparkan dalam tulisannya tersebut, pertama perempuan merupakan ujung tombak dalam percepatan penanganan Covid-19, kedua perempuan memiliki peran yang strategis sebagai bagian dari penanganan pandemi Covid-19 berbasis komunitas. Terakhir perempuan pada umumnya diharapkan berkontribusi pada ketahanan keluarga selama masa pandemi Covid-19.

Saat poin terakhir ini, peneliti menyebut instruksi Work From Home (WFH) yang dikombinasikan dengan kebijakan School From Home (SFH) membuat perempuan memiliki tiga peran: sebagai pekerja kantoran, guru dadakan dan penyuplai kebutuhan.

Tiga peran ini disebut Kurniawati menjadi pengalaman sosial baru bagi para perempuan selama WFH yang sebetulnya sarat dengan (label) diskriminasi gender, menambah beban psikologis dan fisik perempuan. Selain itu, munculnya tiga peran ini seolah-olah ingin menguatkan penemuan Kemen PPPA bahwa ada 205 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga)  selama pandemi.

Tahukah Anda hal apa yang disebut kasus KDRT oleh Kemen PPPA? Anak-anak yang melakukan SFH mayoritas diajar dan dididik oleh sang ibu sehingga mengakibatkan ketidaksetaraan gender di dalam rumah dan beban ganda bagi para perempuan pekerja. Beban ganda inilah yang disebut Kemen PPPA sebagai KDRT. [kompas.com, 23/04/2020]

Kurniawati atas nama LIPI juga melabeli diskriminasi gender dan penanganan pandemi Covid-19 yang belum responsif gender. Padahal kelaparan, pandemi, ketidakadilan, diskriminasi dan kekerasan tidak mengenal laki-laki ataupun perempuan. Semua bisa merasakan hal yang sama.

Sayangnya, baik Kemen PPPA dan peneliti tidak melakukan penelitian lebih jauh bagaimana psikologis sebenarnya saat perempuan mengajari anak-anak mereka dengan atau tanpa bantuan ayahnya? Bagaimana psikologis anak-anak saat diajar ayah atau ibunya? Siapakah sosok yang lebih suka mengajari mereka, ayah atau ibunya? Jika lebih suka diajar ibunya, kenapa?.

Kemudian apa yang membuat pengajaran ibu berbeda dengan ayah? Haruskah kita menilai anak sebagai sosok yang diskriminatif gender jika ia lebih memilih ibunya daripada sang ayah? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya yang patut untuk dipertanyakan.

Apa yang disampaikan peneliti sesungguhnya merupakan sebuah prasangka yang berasal dari Feminisme dan sudah lama ada. Jika perempuan hanya mengurusi wilayah domestik saja maka dilabeli memperpanjang diskriminasi atau bahkan sekarang masuk ke dalam kekerasan dalam rumah tangga.

Para perempuan Barat (Feminis) yang punya trauma panjang terhadap Gereja dan perlakuan menindas dari para lelakinya memang menuntut agar perempuan juga punya hak untuk bekerja di luar rumahnya -sesuatu yang sudah diberikan Islam tanpa harus diminta.

Sehingga pantas dan cocok jika mereka menyerukan dan sampai menerapkan kesetaraan gender di negaranya. Sedangkan Indonesia? Tanpa perlu adanya seruan kesetaraan gender, perempuan Indonesia sudah bisa menjadi seorang Sultanah pada masanya, terjun ke medan perang memperjuangkan agar Indonesia merdeka dan menjadi anggota parlemen atas dasar semangat agama.

Bahkan ikon Perempuan Indonesia, RA. Kartini dalam nota yang tidak diumumkan tanggal 19 April 1903 menyebut perempuan sebagai ibu adalah pendidik pertama.

"Sebagai Ibu, dialah pendidik pertama umat manusia. Di pangkuannya anak pertama-tama belajar merasa, berpikir dan berbicara. Dan dalam kebanyakan hal, pendidikan yang pertama-tama ini bukan tanpa arti untuk seluruh hidupnya. Tangan ibulah yang pertama-tama meletakkan benih kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia, yang tidak jarang dibawa sepanjang hidupnya,"

Ketidakadilan

Menurut Peneliti Muslim Debate Initiative (MDI) Inggris, Zara Faris, kesetaraan gender yang dituntut pada akhirnya menuju kepada cara pandang kebendaan yang menghadirkan injustice pada sisi yang lain, karena itu ia tidak lepas dari liberal conception of equality. [thisisgender.com, 12/05/2020].

Injustice atau ketidakadilan di sini ialah mengabaikan psikologis anak saat ia merasakan kenyamanan, kehangatan dan kegembiraan saat diajar langsung oleh ibunya. Sesuatu yang mungkin jarang ia dapatkan selama ibunya bekerja di kantor dan tentu sangat sibuk dengan berbagai pekerjaannya.

Ketidakadilan lainnya ialah hanya melihat perempuan sebagai makhluk individu yang wajib dipenuhi hak-haknya saja, bukan melihat perempuan sebagai makhluk sosial yang juga punya kewajiban pada anak dan suaminya. Hak tanpa adanya kewajiban maka akan terjadi ketimpangan dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Dengan demikian, peradaban macam apa yang akan dibangun Indonesia jika masih ada saja warga perempuannya yang berprofesi sebagai peneliti ini menilai perempuan yang mendidik anak-anaknya merupakan beban ganda dan korban diskriminasi gender? Bagi saya, ini sudah seperti labelisasi sesuka hati. []

KOMENTAR


Nama

Buya Risman,36,Edisi Terbaru,39,Ekonomi Islam,8,Ghazwul Fikri,6,Infografis,3,Khazanah,8,Kolom,73,Konsultasi,4,Mutiara Takwa,5,Opini,9,Sains,4,Sajian Khusus,17,Sajian Utama,50,
ltr
item
Majalah Tabligh: Labelisasi Sesuka Hati ala LIPI
Labelisasi Sesuka Hati ala LIPI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQU7EPGAPunvO1bEYMh1NWp_6upODog8jU_G3St2AFg_D3zZKDKc6jhDoKDNkXdRrycBJmbS6oLnk6s0H1-ycezMUNoqUUcy6o43QkJmwFPxulWUC7f0q9bjxwpX30dspIGAUBo8CjC6U/s320/parents-spending-time-together-with-their-kid.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQU7EPGAPunvO1bEYMh1NWp_6upODog8jU_G3St2AFg_D3zZKDKc6jhDoKDNkXdRrycBJmbS6oLnk6s0H1-ycezMUNoqUUcy6o43QkJmwFPxulWUC7f0q9bjxwpX30dspIGAUBo8CjC6U/s72-c/parents-spending-time-together-with-their-kid.jpg
Majalah Tabligh
https://www.majalahtabligh.com/2020/05/labelisasi-sesuka-hati-ala-lipi.html
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/2020/05/labelisasi-sesuka-hati-ala-lipi.html
true
945971881399728876
UTF-8
Muat semua Tidak ditemukan TAMPILKAN SEMUA Baca lagi Jawab Cancel reply Hapus Oleh Beranda PAGES POSTS Tampilkan semua Rekomendasi untuk Anda UPDATE ARSIP CARI SEMUA POS Not found any post match with your request Kembali Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy