Meneguhkan Gerakan Keagamaan, Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri menjadi tema yang diusung Muhammadiyah untuk memperingati miladnya yang ke-108 dalam hitungan tahun Masehi. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, tema ini diangkat untuk mempertegas gerak, sikap, dan kebijakan Muhammadiyah dalam menghadapi keragaman paham, pandangan dan orientasi keagamaan yang tumbuh dan berkembang. Tetapi, pada saat yang sama Muhammadiyah juga senantiasa memberi solusi terhadap masalah negeri, termasuk di era pandemi ini.
Dengan kata lain, di masa pandemi yang sarat beban ini, Muhammadiyah
berazam akan terus memancarkan semangat untuk terus berbuat. Pada kenyataanya,
semenjak massa awal wabah covid-19 menyapa negeri ini, Muhammadiyah telah
berbuat yang terbaik dan maksimal. Baik dalam aspek ibadah dan keagamaan maupun
masalah sosial dan kesehatan bahkan yang menyangkut aspek ekonomi.
Muhammadiyah
turut menyadari masalah-masalah kebangsaan tidak mungkin bisa diselesaikan sendiri
atau hanya oleh satu pihak. Untuk itu, Muhammadiyah mengingatkan sekaligus
mengajak seluruh kekuatan bangsa, termasuk pemerintah, lembaga-lembaga politik
dan kenegaraan, untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang kompleks ini.
Caranya, dengan
menyatukan seluruh kekuatan yang dimiliki lewat kebersamaan, persatuan dan
semangat mencari solusi. Ia merasa, Muhammadiyah pada usia 108 tahun ini tentu
akan semakin ditantang masalah-masalah yang besar.
Haedar Nashir menekankan, Islam Muhammadiyah akan selalu hadir sebagai gerakan
yang bertumpu di atas semangat menjadi syuhada’a alannas. Jadi saksi
sejarah yang membawa kemajuan bagi umat, bangsa dan kemanusiaan semesta yang rahmatan
lil alamin.
Tapak Tilas
Sebagaimana kita ketahui bersama, Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada
18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 dalam tahun Hijriah. Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji
Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan
ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai
Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu
diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi
dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang;
juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn
Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan
Rasyid Ridha.
Sebagai gerakan keagamaan, selama 108 tahun Muhammmadiyah memiliki peran
penting dalam kehidupan kebangsaan. Tujuan utama keberadaan organisasi tidak
lain adalah memberikan yang terbaik untuk ummat dan bangsa. Sungguh tidak-lah
mudah mempertahankan konsistensi dan energi. Apalagi kita semua tahu bahwa
jejak langkah Muhammadiyah tersebar luas di seantero nusantara. Maka wajar jika
para kader Muhammadiyah didoktrin sejak awal untuk mengembangkan sikap
altruistik. Maka kader Muhammadiyah tidak boleh “berjuang setengah hati.” Tidak
boleh ada rasa “ragu” dan “bimbang” dalam memberikan yang terbaik. Tantangan
berat pasti akan menghampiri. Jenderal Soedirman pernah memberikan wejangan:
"Jadi kader Muhammadiyah itu berat, kalau ragu dan bimbang, lebih baik
pulang."
Kelahiran Muhammadiyah mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad
untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan
perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para
pembaru Islam lainnya, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari
keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid
(pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah,
mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam,
dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi
yang shahih dan maqbul.
Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis,
dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang
sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta
dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya
tentang hakikat kehidupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus berpikir
praktis. Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taqlid dalam beragama, juga
tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke
akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan
akal pikiran dan ijtihad.
Seruan Kerjasama
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari
pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam
menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang
juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah
berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi
aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan
yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.
Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau
mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam
kehidupan di muka bumi ini.
Diusia yang ke-108
ini, Muhammadiyah semakin ditantang dalam mengatasi masalah-masalah kompleks
sembari terus memberikan solusi bagi negeri. Tentu, semua masalah tersebut
tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Maka dari itu, Muhammadiyah juga
mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk bekerjasama dalam memecahkan
masalah-masalah besar yang menimpa bangsa ini. []
KOMENTAR