$type=ticker$cols=4$label=hide$show=post

[Edisi Terbaru]_$type=three$m=0$rm=0$h=420$c=3$snippet=hide$label=hide$show=home

Dilema Vaksin Corona


Pada tanggal 31 Desember 2019, dilaporkan terdapat 27 kasus pneumonia dengan etiologi yang tidak diketahui di Kota Wuhan, provinsi Hubei di Cina. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan (Wuhan Seafood Restaurant). Pada 11 Februari 2020, WHO secara resmi menyebut penyakit yang dipicu oleh 2019-nCoV sebagai Penyakit Virus Corona 2019 (COVID-19). Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan wabah COVID-19 di Cina sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health Emergency of International Concern, PHEIC) ini menandakan COVID-19 sebagai ancaman global dunia. Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik.

COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Pemerintah RI pada bulan April 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menetapkan Covid-19 sebagai Bencana Nasional. Hingga hari ini (Ahad, 17 Januari 2021) kasus positif covid 19 = 907.929 orang, yang sembuh 736.460 (81,1 %), kasus yang meninggal  25.987 (2,9 %). Dari kasus yang begitu cepat penyebarannya tersebut membuat semua aspek kehidupan masyarakat dan sendi-sendi bernegara menjadi lumpuh, sehingga usaha keras untuk membuat anti virus menjadi salah satu solusi yang diupayakan. Sebelumnya dan hingga saat ini upaya pemutusan rantai penyebaran lewat berbagai protokol kesehatan (jaga jarak, cuci tangan, memakai masker, dan pembatasan keluar-masuk) telah dilakukan. Namun Indonesia masih menampakkan peningkatan jumlah yang terkonfirmasi positif covid.

Berkaca pada peningkatan kasus covid tersebut, maka PERPRES No. 99 tahun 2020 yang Ditetapkan pada 5 Oktober 2020 tentang “Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemik Corona Virus Desease 2019 (Covid- 19)” terbit untuk menjelaskan terkait pedoman, teknis serta semua struktur aparatur negara yang harus mendukung upaya vaksinasi corona ini. Dalam pasal 5 point 1 perpres tersebut pemerintah menunjuk PT Bio Farma (Persero) sebagai Pelaksana pengadaan Vaksin COVID-19. Selanjutnya sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. HK. 01.07/MENKES/9860/2020 yang Ditetapkan pada 3 Desember 2020 tentang penetapan jenis vaksin corona diktum ke-1 menetapkan bahwa “jenis vaksin covid 19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd. Sebagai jenis vaksin covid 19 yang dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia”.

Mengingat begitu cepatnya penyebaran Covid-19, dan banyaknya angka kematian dari kasus tersebut, maka penciptaan vaksin dan upaya vaksinasi ditunggu banyak dunia. Vaksinasi atau imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu/toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik. Secara simpel bisa difahami bahwa vaksin adalah bibit penyakit yang telah dimatikan atau dilemahkan, sedang vaksinasi adalah memasukkan bibit penyakit yang telah dimatikan/dilemahkan untuk memicu sel memory dalam merespon dan menimbulkan reaksi perlawanan/kekebalan. Sehingga jika suatu ketika terpapar bibit penyakit yang sesuangguhnya sistem kekebalan tubuh telah mengenali dan langsung melumpuhkannya.

Tidak mudah dalam menciptakan vaksin. Dalam kondisi normal pembuatan vaksin membutuhkan waktu 1 dekade dengan setidaknya melewati 5 tahap. Tahap 1 yaitu eksplorasi dan reseach dasar yang mendalam. Tahap 2 yaitu uji Pre-Klinis (study envitro & envivo) yaitu uji pada hewan. Tahap ke-3 yaitu uji Klinis dengan 3 fase, fase 1 yaitu uji dosis baik farmako kinetik maupun farmako dinamik dari vaksin. Fase 2 yaitu uji pada manusia dengan sampel 100-500 orang, dan fase 3 yaitu uji pada manusia dengan sampel 1000-5000 orang (Eficasi Trials). Tahap 4 yaitu persetujuan pihak yang berwenang (early or limited approval) dalam konteks Indonesia adalah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Tahap 5 yaitu produksi massal. Mengingat begitu sulitnya proses penciptaan vaksin, Sejauh ini hanya ada 40 vaksin di dunia. Terkait perjuangan vaksin Covid-19, hingga saat ini di uji klinis tahap 1 ada 24 vaksin, 14 vaksin di uji klinis tahap 2, ada 9 vaksin di uji klinis tahap 3, dan hanya 3 vaksin di tahap persetujuan terbatas. Belum ada persetujuan secara resmi dan massal untuk vaksin Covid-19, termasuk vaksin Sinovac yang diimpor oleh pemerintah Indonesia dari China lewat PT. Bio Farma.

Minggu, 6 Desember 2020 sebanyak 1,2 juta dosis Sinovac sampai ke Indonesia. Kamis, 31 Desember 2020 sebanyak 1,8 juta dosis datang di tahap ke-2 sehingga lengkap 3 juta dosis sinovac ada di Indonesia. Minggu, 3 Januari 2021 vaksin Sinovac didistribusikan ke-34 Propinsi untuk persiapan vaksinasi tahap 1. Publik gempar, bahkan mendadak banyak masyarakat awam terutama lewat medsos WA mempertanyakan Sinovac itu. DPR pun mempertanyakan karena belum ada persetujuan, bahkan belum ada izin EUA dari BPOM namun 3 juta dosis telah didatangkan. Polemik makin panas dengan melempar wacana akan status keamanan, kemanjuran serta kehalalan dari Sinovac, mengingat ia berasal dari China yang dinilai negeri komunis yang atheis. Beredar video salah satu anggota DPR yang tidak mau divaksin Sinovac meskipun harus membayar denda 5 juta. bahkan Abdul Mu’ti (Sekretaris PP Muhammadiyah) dalam tulisannya “Fikih Vaksinasi Covid-19” melalui Media Indonesia (Selasa, 12 Januari 2021) halaman 6 menyatakan “Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum, tingkat kedaruratan (martabat dlaruri) serta demi menyelamatkan kehidupan bangsa dan melindungi masyarakat dari wabah corona, vaksinasi Covid-19 dapat dihukumi wajib”. Puncaknya adalah Presiden Jokowi siap disuntik pertama jika MUI menghalalkan dan BPOM menyatakan aman.

Jagad medsos di masyarakat Indonesia ramai, karena vaksin Corona serta penyuntikan presidennya sendiri dianggap dagelan. Izin BPOM dan fatwa MUI dianggap pesanan rezim.  Bahkan mendadak banyak orang pintar yang berkomentar tentang vaksin dan Sinovac meski tak berlatar belakang pendidikan kesehatan apalagi bidang farmakologi. Pada Rabu, 13 Januari 2021 Presiden Jokowi menjadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin Sinovac. Pada Jumat, 15 Januari MENKES RI Budi Gunadi menegaskan bahwa Presiden betul-betul disuntik dengan Sinovac, setelah netizen melempar tuduhan presiden tidak disuntik Sinovac, namun disuntik vaksin Pfizer. Sebelum itu, pada Senin, 11 Januari 2021 BPOM menyatakan bahwa Sinovac aman dan dinilai manjur dengan eficasi 65,3 % serta memberikan EUA (Emergency Use Authorization) izin edar dan penggunaan di masa darurat. Nilai eficasi 65,3 % telah melebihi nilai standar yang ditetapkan FDA (WHO) yakni harus lebih dari 50 %. Nilai efikasi tersebut berarti tingkat kemanjurannya sebesar 65 %, artinya jika ada 100 orang yang divaksin, masih ada 35 orang yang mungkin bisa terpapar virus Covid-19.

Di hari yang sama (Senin, 11 Januari 2021) MUI mengeluarkan fatwa bernomer : 02 tahun 2021 tentang “Produk Vaksin Covid-19 Dari Sinovac Life Sciences Co. Ltd. China Dan Pt. Bio Farma (Persero)” menyatakan Vaksin Covid-19 produksi Sinovac Life Sciences Co. Ltd. China dan PT. Bio Farma (Persero) hukumnya suci dan halal. Bahkan sebelumnya Muhammadiyah pada 5 Januari 2021 mengeluarkan pernyataan resminya Nomor : 01/PER/I.0/H/2021 Tentang “Pelaksanaan Program Vaksinasi Sebagai Upaya Penanganan Pandemi COVID-19” point ke-4 menyatakan “Muhammadiyah dengan infrastruktur kesehatan (RS, Klinik Muhammadiyah, dll) bersama-sama ikut mendukung dan menyukseskan program vaksinasi untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Pernyataan resmi itu Diperkuat dengan Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/EDR/I.0/E/2021 Tentang “Pembatasan Kegiatan Persyarikatan Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Dan Tuntunan Vaksinasi Untuk Pencegahan Covid-19” yang dikeluarkan pada 13 Januari 2021. Terkait pandemik Covid-19, diantara berbagai elemen bangsa dan NGO, agaknya Muhammadiyahlah yang paling serius dan komitmen berjihad melawan Covid-19, baik dari segi bantuan financial maupun keluarnya berbagai regulasi organisasi (baik dalam bentuk maklumat, edaran, dll) yang tidak perlu disebutkan satu-persatu dalam artikel ini.

Polemik tentang vaksinasi sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pro-kontra tentang vaksin, vaksinasi dan imunisasi sudah muncul lama, seiring munculnya program imunisasi. Bukan hanya karena vaksin Sinovac di era pandemik Covid-19 ini, namun semua jenis vaksin sebelumnya juga menuai polemik. Sebelumnya, pada 23 Januari 2016 MUI telah mengeluarkan keputusan No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi. Sebenarnya masih banyak keputusan-keputusan MUI yang terkait vaksinasi atau kehalalan produk-produk pangan dan obat-obatan, seperti fatwa vaksin polio jenis IPV pada tahun 2002 dan fatwa vaksin polio jenis OPV tahun 2005. Ada hal yang menarik terkait imunisasi dalam putusan MUI jika kita bandingkan. Keputusan No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi point ke-4 menyatakan bahwa vaksinasi atau berobat dengan bahan yang najis dan haram prinsipnya diperbolehkan jika dalam kondisi darurat dan belum ditemukan bahan yang suci. Sementara fatwa bernomer : 02 tahun 2021 tentang “Produk Vaksin Covid-19 Dari Sinovac dinyatakan suci dan halal. Untuk yang berbahan najis dan haram saja diperbolehkan, apalagi vaksin Sinovac yang dinyatakan suci dan halal.

Keraguan akan keamanan dan kehalalan dari vaksin seringkali dilihat dari bahan-bahan dasarnya serta dampak yang ditimbulkan sebagai efek sampingnya. Seringnya pengembangan vaksin menggunakan bahan-bahan kotor, najis, dan unsur-unsur/logam yang dinilai berbahaya seperti sel janin manusia, nanah, ginjal babi, merkuri, thimerosol, dll. Sebagai contoh vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) berbahan : Corynebacterium diptheriae dan toksoid clostridium tetani dan acellular bordetella pertussis teradsopsi aluminium potassium sulfate, formaldehide, thimerosol, and polisorbat 80 (tween-80) galatin, ekstrak bovine (keluarga sapi). Vaksin Hepatitis A (Glaxosmithkline 800.366.8900 X5231) berbahan : Virus Hepatitis A, formalin, aluminum hydroxide, 2-phenoxyetanol, and polysorbate 20 residual MRC5 proteins –sel sel diploid manusia dari jaringan janin yang diaborsi. Makin banyak vaksin digabung (misal konsep vaksin 3 in one, seperti DPT, dll) makin banyak pula konsentrasi merkurinya, karena seringkali ia berfungsi sebagai perekat antar vaksin. Padahal merkuri adalah zat yang paling berbahaya dan jika masuk dalam tubuh akan menetap serta membuat kerusakan yang permanen dan massif seperti Autisme. Lain halnya dengan vaksin Sinovac, karena jenis tunggal dipastikan tidak menggunakan zat berbahaya seperti merkuri. Sinovac adalah vaksin jenis platform inactivated dengan bahan aluminium hidroksida untuk penguat vaksin, larutan fosfat untuk penstabil, NaCl untuk isotonis agar mengurangi sakit saat penyuntikan, dan Sel vero dari sel ginjal kera Hijau Afrika sebagai inang virus.

Baik kubu yang mendukung maupun yang menolak vaksinasi masing-masing memiliki argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Kubu yang menolak juga memaparkan data-data bahaya serta dampak menakutkan dari vaksin. Psimisitas dan skeptisitas mereka seringkali dengan alasan teori konspirasi global, motif kapitalisme global, pemusnahan generasi, dan pengurangan ledakan penduduk. Diantara pemusnahan generasi yang diajukan adalah data kasus penyakit tertentu beserta kematiannya yang justru makin tinggi setelah dilakukan vaksinasi. Skotlandia adalah salah satu negara vaksinasi cacar terbaik di dunia, namun sejak tahun 1855 hingga 1875, lebih dari 9.000 anak-anak di bawah 5 tahun tewas akibat cacar. Di Jerman, pada tahun 1870-1871, lebih dari 1.000.000 penduduk divaksinasi cacar, dimana 120.000 meninggal dunia. Sebanyak 96% dari kematian itu telah di vaksinasi. Kebijakan Jepang melakukan vaksinasi cacar 2 kali, yakni Antara tahun 1889 dan 1908. Justru muncul 171.611 kasus cacar dengan 47.919 kematian (tingkat kematian 30%). Tingkat kematian ini melampaui tingkat kematian cacar pada masa pra-vaksinasi. Sementara Autralia, salah satu negara paling tidak divaksinasi di dunia, untuk cacar hanya terjadi 3 kasus.

Dari data tersebut, negara paling sukses terhadap program vaksinasi tertentu, justru angka kejadian penyakit dan kematian karena penyakit yang diberikan vaksinnya tersebut makin tinggi. Sementara negara yang paling buruk pelaksanaan vaksinasinya, justru angka kasus dan kematian karena penyakit yang diberikan vaksinnya itu amat sedikit. Oleh karena itu Jerry D. Gray menyatakan “Tidak ada 1 vaksin pun dengan jaminan anda tidak akan tertular penyakit itu. Saya bukan seorang dokter ataupun ilmuwan, saya hanya seorang jurnalis, namun saya yakin bahwa menyuntikkan sekecil apapun jumlah merkuri ke dalam tubuh anda tidak akan memperbaiki kesehatan anda”.

Lady Mary Wortly Montagu, seorang bangsawan Inggris terjangkit cacar yang sembuh namun menyisakan pock di kulit dan alopesia di kepala. Kemudian ia melakukan teknik inokulasi pada anak laki-lakinya yang ternyata tetap sehat meskipun sering terpajan wabah cacar. Motif humanisnya amat tinggi untuk pengembangan vaksin dengan mengorbankan anaknya sendiri sebagai bahan percobaan pertama. Bagi kaum yang menolak beranggapan vaksin saat ini terlalu dominan motif bisnis dan kapitalisnya sehingga negara pun seakan tersandera oleh corporasi hitam di bidang farmasi khususnya lewat vaksin. Belum lagi dugaan korupsi dibalik pengadaan barang seperti kata Abdulloh Hehamahua dalam tulisannya di medsos. Tuduhan itu seakan menjadi wajar setelah terbongkarnya kasus korupsi bantuan dana/paket Covid-19 di Kementrian Sosial.

Akhirnya, memang tidak mudah mengelola negara seperti Indonesia dengan masyarakat yang beragam. Tak ada satupun kebijakan pemerintah yang betul-betul populis, termasuk pengadaan dan program vaksinasi Sinovac meski sudah dikuatkan oleh BPOM dan MUI. Semua jadi serba salah dimata masyarakat Indonesia yang pintar tiba-tiba, atau keminter? Bahkan ada tenaga kesehatan yang menilai suntikan vaksin pada Presiden salah serta harus disuntik ulang karena gagal dikarenakan teknik penyuntikan dan jarum suntik yang salah. Beredarlah psimisme di medsos dengan kalimat “Ada Corona dinilai Indonesia tidak serius menanganinya. Kasusnya terus meningkat, masyarakat menuntut segera ditemukan dan dilakukan vaksinasi. Vaksin telah didatangkan, bilang harus teruji keamanan dan kehalalannya. BPOM sudah menyatakan aman dan MUI menyatakan halal, minta Presiden yang disuntik dulu. Presiden dengan terbuka di media disuntik vaksin Sinovac, rakyat bilang itu dagelan”. Terus yang benar bagaimana ??? []

 

Ditulis Oleh : Idris Mahmudi, Amd.Kep; M.Pd.I.

Dosen Universitas Muhammadiyah Jember dan Pembina LBB Al-Mumtaz, Jember

 

Referensi:
Armanto Makmun, dan Siti Fadhilah Hazhiyah dalam :

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamedica/issue/view/298. Volume 13, nomer 2, oktober 2020.

Adityo Susilo, et all. Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures, Jurnal Ilmu Penyakit Dalam, Vol. 7 No. 1. Maret 2020. Hal. 45.

Adityo Susilo, et all. Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures, Jurnal Ilmu Penyakit Dalam, Vol. 7 No. 1. Maret 2020. Hal. 46.

Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar, FKUI, 2010. Jakarta. Hal. 560.

www.kontan.co.id.

www.halodoc.com

Jerry D. Gray. Rasulullah is My Doctor, Sinergi, 2010. Jakarta. Hal. 245-247.

Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar, FKUI, 2010. Jakarta. Hal. 2.

KOMENTAR


Nama

Buya Risman,36,Edisi Terbaru,39,Ekonomi Islam,8,Ghazwul Fikri,6,Infografis,3,Khazanah,8,Kolom,73,Konsultasi,4,Mutiara Takwa,5,Opini,9,Sains,4,Sajian Khusus,17,Sajian Utama,50,
ltr
item
Majalah Tabligh: Dilema Vaksin Corona
Dilema Vaksin Corona
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYie7TbSeLrdC8DQZNf0gD0WErF8yFon5xJ7LfQSWltY47b-tpA8kyUcFqP3tAjr7nMNkt_g_lRSboIuV59BTe1rerZ9tr3Lg3ic-p7tA1XKtyT5QSET_GXScLeiCv_oNe4DuYmt6j60k/s320/Cover+-+Gonjang+Ganjing+Vaksin.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYie7TbSeLrdC8DQZNf0gD0WErF8yFon5xJ7LfQSWltY47b-tpA8kyUcFqP3tAjr7nMNkt_g_lRSboIuV59BTe1rerZ9tr3Lg3ic-p7tA1XKtyT5QSET_GXScLeiCv_oNe4DuYmt6j60k/s72-c/Cover+-+Gonjang+Ganjing+Vaksin.jpg
Majalah Tabligh
https://www.majalahtabligh.com/2021/02/dilema-vaksin-corona.html
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/
https://www.majalahtabligh.com/2021/02/dilema-vaksin-corona.html
true
945971881399728876
UTF-8
Muat semua Tidak ditemukan TAMPILKAN SEMUA Baca lagi Jawab Cancel reply Hapus Oleh Beranda PAGES POSTS Tampilkan semua Rekomendasi untuk Anda UPDATE ARSIP CARI SEMUA POS Not found any post match with your request Kembali Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy