Sarah
Mantovani
Co-Founder
the Center for Gender Studies
Belum lama ini
sejumlah aktivis Feminis dan para pendukungnya bergembira, karena mereka telah
berhasil "memperkosa" dengan mengubah paksa definisi
"perempuan" dan frasa yang dinilai negatif dalam website Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
Perubahan tersebut
bisa kita lihat dalam pemutakhiran KBBI daring April 2021 di
kbbi.kemdikbud.go.id, walau dalam aplikasi belum ada perubahan sama sekali.
Perempuan adat,
perempuan pekerja, perempuan tangguh, perempuan karier, perempuan idaman hingga
perempuan suci menghiasi frasa daring KBBI yang sebelumnya dianggap oleh para
aktivis Feminis dan pendukungnya mendiskriminasi.
Meski begitu, ada
perubahan tak biasa di dalamnya, penambahan kata "biasanya" dan
"puan" malah membuat definisi perempuan menjadi rancu bahkan
kontradiksi. Mari kita resapi bersama perubahan definisi ini dan perhatikan
dengan seksama.
pe.rem.pu.an /pêrêmpuan/
⇢
Tesaurus
n orang
(manusia) yang mempunyai vagina, biasanya dapat menstruasi, hamil, melahirkan
anak, atau menyusui; wanita; puan
n istri;
bini: --nya sedang hamil
n betina
(khusus untuk hewan)
Kemudian kita salin
sebagian dari definisi tak biasa tersebut "n orang (manusia) yang mempunyai vagina, biasanya dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak, atau menyusui; wanita; puan,".
Tentu kata
"biasanya" pada definisi perempuan akan membuka peluang lebih besar
pada kaum transgender, transvetite dan transeksual yang mengaku sebagai perempuan
untuk diakui secara bahasa, padahal kodratnya dan secara fitrah kemanusiaan
mereka adalah laki-laki.
Walau oleh Feminis,
aktivis LGBT++ dan para pendukungnya, transgender, transvetite dan transeksual
diakui sebagai "perempuan" namun mereka tidak bisa melawan kodrat
kelaki-lakian mereka dengan hamil, melahirkan dan menyusui kecuali jika
transgender tersebut secara kodrat ialah perempuan dan ia tidak mengoperasi
kelamin, payudara maupun menghilangkan rahimnya.
Aksi perkosaan
definisi perempuan di KBBI ini ramai sejak tahun lalu dengan diawali protes
dari salah satu aktivis Feminis yang menilai bahwa KBBI merendahkan perempuan.
Kemudian mengajak serta perempuan lain untuk ikut memprotesnya bersama-sama.
Definisi
"biasanya" di KBBI bermakna "menurut apa yang sudah dilazimkan;
lazimnya", sedangkan lazim dalam KBBI bermakna "Sudah biasa; sudah
menjadi kebiasaan; sudah umum (terdapat, terjadi, dilakukan, dan
sebagainya):".
Adanya penambahan
kata "biasanya" dalam definisi perempuan memperlihatkan secara jelas
bahwa feminis telah memperkosa KBBI, apalagi Feminis juga terus menerus dan
tanpa henti mendesak, memaksa Dewan Bahasa untuk segera menggantinya karena
definisi sebelumnya dinilai merugikan, mendiskriminasi perempuan walau
sebenarnya tak sedikit pula perempuan yang merasa tidak terganggu dengan adanya
definisi tersebut.
Independensi Dewan
Bahasa juga patut kita pertanyakan di sini, hanya karena desakan dan paksaan
dari Feminis dan para pendukungnya, dimana kebanyakan dari mereka bukan pakar
bahasa lantas membuat Dewan Bahasa wajib mengubah definisi tersebut dalam
daring website KBBI.
Oleh karenanya para
aktivis Muslimah wajib mengcounter balik dengan memprotes lemahnya independensi
Dewan Bahasa. Lalu mengedukasi serta mensosialisasikan bahayanya kata
"biasanya" dalam definisi perempuan, terutama sekali pada anak-anak
muda.
Sebab upaya
memperkosa definisi perempuan dalam daring website KBBI ini sudah ada wacananya
sejak tahun sebelumnya walau ia tenggelam oleh isu-isu lain yang lebih penting.
Hal lain yang tidak
kalah penting untuk kita waspadai, awasi dan kawal bersama-sama ialah mengenai
perluasan pasal zina dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah
disahkan pada rapat tingkat I oleh DPR.
Pada pasal yang
sebelumnya, delik zina hanya bisa melingkupi salah satu pasangan atau keduanya
yang telah terikat pernikahan, jika belum menikah walau sudah dewasa sekalipun
tidak akan kena delik zina ini. Begitu pula jika zina nya dengan sesama jenis.
Dalam Pasal 418 RUU
KUHP, sebagaimana dilansir detik.com, DPR memperluas pasal zina dengan sasaran
siapa pun yang hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan. Atau
biasanya di masyarakat disebut dengan istilah 'kumpul kebo'. Berikut ini isi
dari Pasal 418 ayat 1 tersebut:
Setiap Orang yang
melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori II.
Oleh karenanya,
setelah Feminis berhasil memperkosa definisi perempuan dengan kata
"biasanya", jangan sampai mereka memperkosa kembali pasal zina hanya
karena alasan negara tidak boleh ikut campur dengan ranah privasi rakyatnya.
[]
KOMENTAR