Akhir tahun 2020
beredar potongan video Arya Wedakarna yang akhirnya sempat viral di media
sosial dan menuai kecaman. Anggota DPD dapil Bali tersebut menuai kontroversi
atas pernyataannya yang mempersilakan melakukan seks bebas sepanjang
menggunakan kondom. Ia pun menuai kecaman atas pernyataannya lantaran
disampaikan di hadapan pelajar SMA. [Liputan6.com]
"Jadi pertama,
itu video lama tahun 2017. Jadi itu video itu, waktu itu kalau tidak salah saya
menyampaikan di depan siswa, karena waktu itu kan yang dibahas tentang PP Nomor
87 Tahun 2014 tentang pencegahan penyakit HIV AIDS. Jadi konteksnya adalah
kepada siswa pada saat itu," kata Arya saat dimintai klarifikasi,
(1/11/2020). [Detik.com]
Menangapi
pernyataan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa seks bebas merupakan
perilaku menyimpang yang tidak patut untuk dilakukan. "Khususnya di
kalangan generasi milenial yakni para remaja dan pemuda. Remaja Indonesia harus
terselamatkan dari dampak buruk globalisasi tersebut," ujar Muhadjir
melalui keterangan tertulis kepada publik, Selasa (3/11/2020). [Liputan6.com]
Menurut Muhadjir,
perilaku seks bebas sangat bertentangan dengan nilai dan norma susila bangsa
Indonesia. Dia mengatakan hal tersebut bukan bagian dari budaya Indonesia.
"Perilaku tersebut merupakan budaya barat yang bertentangan dengan nilai
dan norma ketimuran yang dianut bangsa Indonesia," ucap Muhadjir.
Muhadjir menjelaskan,
perilaku seks yang tidak lazim itu akan menimbulkan dampak mental, psikis, dan
kesehatan reproduksi pada remaja. Dia membeberkan data penelitian yang
menunjukkan bahwa perilaku seks bebas remaja di Indonesia cukup
mengkhawatirkan. Survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) dan Kemenkes pada Oktober 2013, menemukan sebanyak 63 persen remaja
sudah pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya maupun orang sewaan dan
dilakukan dalam hubungan yang belum sah.
Sementara, Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 (dilakukan per 5 tahun)
mengungkapkan, sekitar 2 persen remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8 persen
remaja pria usia di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah, dan 11 persen diantaranya mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan.
Komnas Perempuan
juga menerima pengaduan kasus pemaksaan aborsi, meski tidak hanya untuk kasus
perkosaan saja. Berdasarkan pengaduan yang diterima Komnas Perempuan, tercatat
147 kasus pemaksaan aborsi dari 2016-2021. Pelaku pemaksaan aborsi ini beragam
mulai dari orangtua, suami ataupun pacar. [Komnasperempuan.go.id, 29/09/2021]
Sementara itu, menurut
salahsatu sumber, setiap tahun sedikitnya 2 juta janin digugurkan. Penelitian
dari Guttmacher Institute (2000) di enam wilayah di Indonesia memperkirakan
terdapat 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan hamil (usia 15-49 tahun). Angka
yang disodorkan Guttmacher Institute diperkirakan lebih kecil daripada
kejadian sebenarnya sebab angka aborsi ilegal yang digerebek polisi cukup
signifikan. Polisi menggerebek klinik di Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta
Pusat pada 3 Agustus. "Klinik tersebut sudah operasi selama lima tahun dan
yang paling unik, dalam data yang kita lakukan penggeledahan ini, didapatkan
terhitung mulai Januari 2019-10 April 2020, terdatakan pasien aborsi sebanyak
2.638 pasien," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat
dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
[guttmacher.org]
Pada 11 Februari
2020, polisi sempat membongkar praktik aborsi ilegal di Jakarta Pusat. Klinik
tersebut telah mengaborsi 903 janin selama dua tahun belakangan. Jauh sebelum
itu, tepatnya Februari 2016, polisi membongkar praktik aborsi ilegal dua klinik
di kawasan Jakarta Pusat yang telah mengaborsi 5.400 janin selama lima tahun beroperasi.
[detik.com, 14/02/2020]
Praktik seks bebas
dan aborsi ini selain membahayakan generasi, juga sangat merugikan kaum
perempuan. Di samping itu, fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak
cenderung meningkat bersamaan dengan gaya hidup seks bebas.
Komnas Perempuan
mencatat telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode
Januari-Juli 2021. Angka itu melampaui catatan tahun 2020 yang hanya 2.400
kasus. Jumlah pengaduan kasus pada 2020 pun naik 68 persen dibandingkan 2019
yang mencatat sekitar 1.419 kasus. [Okezone.com, 16/11/2021] Sementara itu,
hingga September 2021, data bertambah menjadi 4.000 kasus. [Kompas.com,
25/11/2021]
YLBHI (Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) pada Agustus lalu juga mengatakan, sebanyak
239 perempuan menjadi korban kekerasan sepanjang tahun 2020-2021. Data tersebut
dihimpun dari 17 wilayah dengan total 145 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Dari 239 korban, paling banyak berumur 19-29 tahun. [Okezone.com, 16/11/2021]
Lain lagi dengan Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta yang
mendapatkan laporan sebanyak 1.321 kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Periode laporan ini berlangsung sepanjang 1 November 2020 hingga 30 Oktober
2021, yang berarti terjadi kenaikan kasus dari periode sebelumnya sebesar 1.178
laporan. [Catatan Akhir Tahun LBH APIK Jakarta / Antaranews.com, 10/12/2021]
Darurat Seks Bebas
Sekitar 73 juta
aborsi yang diinduksi terjadi di seluruh dunia setiap tahun. 61 persen dari
semua kehamilan yang tidak diinginkan, dan 29 persen dari semua kehamilan,
berakhir dengan aborsi yang diinduksi. Sekitar 45 persen dari semua aborsi tidak aman, 97 persen
di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.
Demikian data yang dirilis Organisasi kesehatan Dunia
(WHO) pada pekan lalu, Kamis, 25 November 2021.
Semua data dan
angkat yang didapat dari rilis dan laporan penelitian lembaga di atas cukup
menggambarkan kepada kita betapa daruratnya problematika seputar hal ini.
Sesungguhnya kasus aborsi yang kian marak ini merupakan imbas dari gaya hidup
masyarakat yang makin bebas termasuk dalam pergaulan. Pergaulan bebas tanpa
batas, menjadi pintu masuk perzinahan yang berujung pada tindakan aborsi
apabila terjadi kehamilan yang sudah tentu tidak dikehendaki pelakunya.
Sehingga menjamurlah klinik-klinik penyedia jasa aborsi ilegal dengan
keuntungan yang menggiurkan.
Terjadinya seks
bebas dan perzinahan juga akan menjadi pintu masuk banyak kerusakan khususnya
terkait dengan generasi dan tatanan sosial. Dalam sistem kehidupan
sekuler-liberal-demokrasi, kebebasan berperilaku diagungkan, pintu-pintu menuju
perzinahan dianggap hak individu, bahkan perzinahan pun tidak dijerat hukum
dengan alasan suka sama suka. Adapun payung hukum yang semestinya melindungi
masyarakat, tidak efektif untuk mencegah juga menanggulangi permasalahan seputar
seks bebas dan aborsi ini.
Hikmah
Pengharaman Zina
..selengkapnya dapat dibaca di edisi cetak Majalah Tabligh.
KOMENTAR